• Swing States: Kunci Kemenangan Trum dan Hillary Clinton (1)

    Pertarungan memperebutkan gedung putih kian sengit, bahkan sampai pada malam hari menjelang pemilihan umum. Salah satunya yaitu mendulang dukungan dari swing state. swing state disebut-sebut sebagai penentu dalam pilpres tahun ini.

  • Kra Canal (2)

    Kra Canal atau Canal Thai mengacu pada proposal kanal untuk memotong melalui tanah genting selatan Thailand, yang menghubungkan Teluk Thailand dengan Laut Andaman.

  • Eiffel Scholarship Program (3)

    Pemerintah prancis yang menawarkan beasiswa kepada mahasiswa internasional melalui effel exellence scholarship programe, adapun beasiswa ini diperuntukkan bagi mahasiswa internasional

  • Model-Model Demokrasi (5)

    Demokrasi berasal dari bahasa yunani, demos (rakyat) dan kratos (kekuasaan). Menurut robertson demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana rakyat berkuasa

  • A Theory of Justice (6)

    John Borden Rawls dilahirkan di Baltimore, Maryland, Amerika Serikat pada 21 Februari 1921

Wednesday 6 April 2016

A THEORY OF JUSTICE


Hasil gambar untuk poto john rawls

John Borden Rawls dilahirkan di Baltimore, Maryland, Amerika Serikat pada 21 Februari 1921 dari pasangan William Lee Rawls dan Anna Abel Stump. Di usia remajanya, Rawls sempat bersekolah di Baltimore untuk beberapa saat dan kemudian pindah pada sekolah keagamaan di Connecticut. Walaupun keluarganya hidup dalam keadaan yang mumpuni, John Rawls mengalami dua peristiwa yang cukup menyedihkan di masa mudanya. Dalam dua tahun berturut-turut, dua adik laki-lakinya meninggal akibat penyakit yang ditularkan darinya, yaitu diphtheria dan pneumonia. Rawls amat merasa bersalah atas terjadinya peristiwa tersebut. Namun demikian, kakak laki-lakinya yang dikenal sebagai seorang atlet ternama di Princeton University selalu memberikan semangat dan dorongan moral kepada Rawls.[1]

Akhirnya, setelah berhasil menyelesaikan sekolahnya, John Rawls menyusul jejak kakaknya untuk berkuliah di Princeton University pada 1939. Karena ketertarikan dan pemahamannya yang amat mendalam pada ilmu filsafat, dirinya kemudian terpilih untuk bergabung dalam The Ivy Club yaitu sebuah kelompok elit akademis terbatas, dimana Woodrow Wilson, John Marshal II, Saud bin Faisal bin Abdul Aziz, serta Bill Ford pernah menjadi bagian dari keanggotannya. 

Pada 1943, setelah berhasil lulus dengan gelar Bachelor of Arts (B.A.), John Rawls langsung bergabung menjadi tentara. Liku perjalanan kehidupannya dimulai pada saat terjadinya Perang Dunia II ketika dirinya diangkat sebagai prajurit infantri dengan tugas penempatan di kawasan negara-negara Pasifik, seperti Papua Nugini, Filipina, dan Jepang. Akibat pengalaman pahitnya sebagai saksi hidup atas terjadinya tragedi penjatuhan bom atom di kota Hiroshima, Rawls mengundurkan diri dari karir kemiliterannya pada 1946. Tidak lama setelah itu, dirinya kembali ke Princeton University dan menulis disertasi doktoralnya di bidang filsafat moral. Pada masa-masa inilah Rawls pertama kali dipengaruhi oleh rekan dan pembimbingnya dari Wittgensteinean, Norman Malcolm, yang mengajarkan dirinya untuk menghindari jeratan kontroversi metafisis. Tiga tahun kemudian, Rawls menikah dengan Margaret Warfield Fox Rawls, seorang wanita yang kemudian membantunya melakukan penulisan indeks terhadap buku “Nietzsche”. 

Setelah sukses mempertahankan disertasi doktoralnya yang berjudul “A Study in the Grounds of Ethical Knowledge: Considered with Reference to Judgment on the Moral Worth of Character”, John Rawls akhirnya menyandang gelar Doctor of Philosophy(Ph.D.) dari Princeton University pada 1950. John Rawls kemudian dipercaya untuk mengajar pada almamaternya hingga 1952, sebelum akhirnya melanjutkan studi di Oxford University, Inggris, melalui program Fulbright Fellowship. Di Universitas inilah dirinya sangat dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran tentang teori kebebasan di bidang hukum dan filsafat politik, seperti yang dikemukakan oleh Herbert Lionel Adolphus (H.L.A.) Hart dan Isaiah Berlin. Apabila John Rawls mencoba untuk mengkaji konsepsi mengenai praktik-praktik sosial (social practices) yang dikenalkan oleh Hart guna mengeksplorasi kelemahan utilitarianisme, maka konsepsi mengenai persandingan antara kebebasan negatif (negative liberty) dan kebebasan positif (positive liberty) diperolehnya dari pemikiran Berlin. 

Sekembalinya ke Amerika Serikat, John Rawls melanjutkan karir akademiknya di Cornell University dan secara bertahap dirinya diangkat sebagai Guru Besar Penuh pada 1962. Tidak lama kemudian, Rawls juga memperoleh kesempatan untuk mengajar dan menjadi Guru Besar di Massachusetts Institute of Technology (MIT). Dua tahun setelahnya, John Rawls memilih pindah untuk mengajar secara penuh di Harvard University, tempat dimana dirinya mengabdi hingga akhir hayat.

Selama masa hidupnya, John Rawls sempat dipercaya untuk memegang beberapa jabatan penting. Di antaranya, yaitu Presiden American Association of Political and Legal Philisopher (1970-1972), Presiden the Eastern Division of the American Philosophical Association (1974), dan Professor Emeritus di James Bryant Conant University, Harvard (1979). Selain itu, dirinya juga terlibat aktif dalam the American Philosophical Society, the British Academy, dan the Norwergian Academy of Science. 

Sejak 1995 Rawls terpaksa harus meninggalkan pekerjaannya secara perlahan akibat penyakit stroke yang telah melemahkan daya jelajah berpikirnya. Tepat pada 24 November 2002 di rumahnya (Lexington), John Rawls menghembuskan nafas terakhirnya akibat gagal jantung. Pada saat itu, dirinya meninggalkan seorang istri, Margaret Fox, dan empat orang anak, yaitu Anne Warfield, Robert Lee, Alexander Emory, dan Elizabeth Fox, serta empat orang cucu yang masih belia[2]. 



KONSEP BANTAHAN RAWLS ATAS UTILITI DAN INSTUISI 

Dalam menilai konsep keadilan yang telah berkembang, Rawls menggunakan reflective equilibrium. Relative equilibrium adalah metoda ataupun pendekatan untuk melakukan pertimbangan dan penilain yang mendalam atas berbagai konsep keadilan yang berbeda-beda.[3] Konsep ini digunakan untuk menilai secara filosofis dan rasional atas suatu konsep, dalam hal ini penilai dapat melakukan penilaian kembali serta menyelaraskan keputusannya terhadap konsep yang telah ada. Dalam mengembangkan teori Rule Of Justice Rawls melakukan penilaian atas dua teori, yaitu teori utilitarianisme dan teori instuionisme. 

a. Kritis terhadap Utilitarianisme. 

Dalam studi utilitarianisme ada banyak aliran yang telah berkembang, namun dalam hal ini Rawls memililih konsep yang dikembangkan oleh Henry Sidgwick yang dianggap sebagai teori utilitarianisme klasik. Utilitarianisme dalam rumusan yang paling sederhana mengklaim bahwa tindakan atau atau kebijaksanaan yang secara moral adalah yang menghasilkan kebahagiaan terbesar bagi warga masyarakat.[4] Utilitarianisme sebagai sebuah moralitas politik berlaku apa yang dikatakan Rawls ‘struktur dasar’ (basic structure) masyarakat, bukan pada perilaku individu-individu secara pribadi. Kaum utilitarian secara tradisional telah mendefinisakan utiliti dalam pengertian kebahagiaan (happiness), maka slogan umum yang digunakan adalah ‘the greatest happiness of the greatest number’atau “kebahagiaan terbesar untuk jumlah yang terbesar”. Tentu slogan yang demikian menyesatkan karena slogan yang menyerukan kehidupan ‘hedonis’. 

Selain itu, tolak ukur tingkat kesejahteraan suatu masyrakat adalah secara keseluruhan. Jika yang menjadi tolak ukur adalah ‘keseluruhan’ maka ada yang di korbankan, dalam hal ini adalah individu-individu, lebih tragis yang menjadi korban adalah individu yang cacat. Maka utilitarianisme telah mengorbankan indvidu sebagai tolak ukur yang di gunakan dalam mengukur tingkat kesejahteraan. Maka utilitarianisme telah gagal dalam menjamin keadilan itu sendiri.

Dalam pandangan Rawls tidak fair jika kita mengorbankan kepentingan satu atau sekelompok orang hanya untuk kepentingan ekonomi masyarakat secara keseluruhan. 

b. Kritik atas teori instuisionisme 
Dalam pandangan Rawls instuitif memang dapat mengatasi masalah keadilan. Namun instuisionime tidak menerapkan suatu batasan- batasan dalam suatu masalah yang utama, sehingga pada masalah yang akan diselesaikan cenderung lebih mementingkan diri sendiri. Maka, konsep keadilan bersama yang di harapkan tidak lagi terwujud, yang terjadi adalah kepentingan pribadi lebih di utamakan dari pada kepentingan bersama. 
Dalam hal ini Rawls mendeskripsikan instuisionisme secara lebih padat kedalam dua ciri utama: 

Pertama, teori instuisionisme dibentuk oleh pluralitas prnsip-prinsip pertama yang mungkin bertentangan, yang memberikan petunjuk-petunjuk yang tidak masuk akal dalam kumpulan kasus-kasus khusus; kedua, teori-teori instuisionis tidak mengandung metode yang eksplisit, tanpa prioritas aturan-aturan, uuntuk mempertimbangkan prinsip-prinsip ini satu sama lain. Kita hanya menyetujui keseimbangan intuisi dengan sesuatu yang bagi kita nampak seperti hampir benar. Atau jika terdapat prioritas aturan-aturan ini dianggap lebih kurang sepele dan tidak banyak membantu dalam mencapai sebuah keputusan[5]. 

Dengan demikian kelemahan instuisionisme sebagai teori keadilan menjadi tergugat.

Share:

Monday 9 March 2015

IDEOLOGI YANG KHAS DALAM POLITIK LUAR NEGERI



Hakikat politik internasional menyebabkan, politik imperialisme praktik selalu melakukan penyamaran ideologis, sedangkan politik status quo lebih sering di sajikan menurut keadaan yang sesungguhnya.
a.       Politik status quo
Politik status quo sering mampu mengungkapkan hakikatnya yang sebenarnya dan membuang kedok-kedok ideologis, oleh karena berdasarkan eksistensinya yang sesungguhnya, status quo sudah memperoleh keabsahan moral tertentu. Oleh sebab itu negara yang menempuh politik status quo berusaha keras untuk pelestarian kekuasaan yang dimilikinya. Negara itu mungkin dapat menghindari perlunya untuk menghilangkan kebencian negara lain dan perasaan ragu-ragunya sendiri ini terutama untuk demikian, kalau pemeliharaan status quo teritorial tidak mudah terkena serangan moral atau hukum, dan kalau kekuatan nasional menurut tradisi semata-mata dipakai untuk pelarian status. Sebagaimana yang dikatakan oleh Demosthenes1:

Sebab tidak akan ada orang yang berperang untuk menambah kekuasaan, semudah yang dilakukannnya untuk mempertahankan miliknya; akan tetapi, kalau semua berjuang mati-matian untuk tetap memiliki segala sesuatu yang terancam akan hilang, tidak demikian dengan halnya dengan penambahan kekuasaan; memang, manusia menjadikannya itu sebagai tujuan mereka, akan tetapi kalau dicegah, mereka tidak merasa diperlakukan secara tidak adil oleh lawan-lawan mereka.
Hukum internasional melaksanakan fungsi ideologi yang serupa untuk politik status quo. Setiap ketertiban hukum, terutama cenderung sebagai kekuatan sosial yang statis. Ketertiban itu menentukan pembagian kekuasaan tertentu dan memberikan standar dan proses untuk memastikan dan memeliharanya dalam keadaan konkret.

Ideologi Imperialis
Politik imperialis selalu memerlukan ideologi, imperialis selalu mempunyai tanggung jawab. Kata Gibbon: “untuk setiap perang, alasan keamanan atau pembalasan dendam, kehormatan atau semangat, hak atau kemudahan, mungkin dengan mudah diperoleh dalam yurisprudensi dari si penakluk”2.

Sejauh idiologi yang khas dalam imperialisme memaksa konsep hukum, ideologi itu tidak dapat dengan layak merujuk dengan hukum intersional yang positif, yakni, hukum internasional menurut keadaan yang berlaku, sifat dinamis imperialisme memerlukan ideologi yang dinamis pula.
Pada saat politik imperialisme tidak diarahkan terhadap status quo tertentu akibat kekalahan dalam perang, akan tetapi tumbuh dari kekosongan kekuasaan yang mengundang penaklukan, maka ideologi moral yang menjadikannya tugas menaklukkan yang tidak terelakkan untuk menggantikan seruan terhadap hukum alam yang adil melawan hukum yang positif yang tidak adil. Lalu untuk menaklukkan yang lemah, muncul sebagai “beban orang kulit putuh”, “tugas nasional”, “seruan nasib” “tugas suci”.

Imperialisme kolonial khususnya, sering kedok semboyan-semboyan ideologis semacam ini, seperti “berkah peradaban barat” yang merupakan tugas penakluk untuk membawanya kepadanya bangsa-bangsa yang kult berwarna di dunia. Ideologi jepang “demi daerah kemakmuran bersama” di asia timur raya, mengandung konotasi yang sama dari tugas kemanusiaan.

Manakala filsafat politik dianut dengan semangat kesetiaan seperti agama, maka bersama dengan politik imperialisme, politik siap pakai untuk penyamaran ideologis. Imperialisme nopoleon menjelajahi eropa dengan panji-panji “kemerdekaan, persamaan, persaudaraan”. Imperialisme Rusia, teristimewa dalam cita-citanya untuk konstatinopel dan selat Dardanella, dengan berturut-turut dan serentak memakai agama orthodoks, pan-slavisme, revolusi dunia, dan kepungan terhadap kepungan kapitalis.
Dizaman modern, terutama di bawah pengaruh filsafat sosial dari Darwin dan Spencer, ideologi imperialisme lebih menyukai argumen biologis. Di alihkan dalam politik internasional, filsafat siapa yang paling sehat dia akan bertahan hidup, melihat dalam keunggulan militer negara yang kuat atas suatu gejala yang lemah, yang menjadikan negara yang lemah sebagai, subjek yang sudah di tetapkan sebelumnya oleh negara yang kuat. Menurut filsafat ini, akan bertentangan dengan alam, kalau yang kuat tidak menguasai yang lemah dan, yang lemah mencoba menyamai yang kuat.
Ideologi yang Ambiguitas
Ideologi anti-imperialisme mendapat sifat efektifnya karena kemungkinannya mempunyai dua arti atau lebih. Ideologi itu mengacaukan pengamat yang selalu dalam keadaan ragu, apakah ia berhadapan dengan ideologi imperialis atau dengan ungkapan politik status quo yang sesungguhnya. Dalam zaman kita, ideologi menentukan nasib diri suatu bangsa dan ideologi PBB melakukan fungsi yang sama. Sejak awal perang dingin, ideologi ini bergabung sampai pada taraf yang terus meningkat, ideologi perdamain, pengendorang ketegangan, dan peredaran.

Prinsip penentuan nasib diri sendiri suatu bangsa seperti yang di artikan Woodrow Wilson membenarkan pembebasan bangsa-bangsa di eropa tengah dan timur dari dominasi asing. Secara teoritis, prinsip itu tidak saja menentang status quo imperium, akan tetapi terhadap imperialisme dalam bentuk apa pun, apakah itu di pihak negara-negar yang di bebaskan. Namun, penghancuran tata imperium lama segera menimbulkan penentuan nasib diri sendiri, imperialisme baru.

Daftar Pustaka
 Thompson, kenneth W. Politics Among Nations: the srtuggle for power and peace. Alfred A. Knopf Inc.
Gibbon. The Decline and Fall of the Roman Empire. The Modern Library Edition. Jilid II, hal 1235.
Demosthenes. For the Liberty of The Rhodians. Hal 10-11.
Share:

MEKANISME PEPERANGAN

Hasil gambar untuk mekanisme perang

Daya penghancur yang amat meningkat pada peperangan abad kedua puluh, bagi pihak yang bertempur maupun penduduk sipil, adalah merupakan hasil dari mekanisme peperangan. Dampaknya dalam hal ini ada dua: kemampuan untuk memusnahkan jumlah musuh yang tidak terduga-duga melalui serangan tunggal atau serangan yang dipercepat dibeberapa tempat dengan senjata, dan kemampuan melakukan serangan melalui jarak jauh.

Mekanisme senjata
Kelambanan yang melampui batas dari perkembangan-perkembangan ini pada eman abad pertama sejarahnya dan kecepatannya yang melampui batas pada abad ketujuh, digambarkan oleh sejarah altileri. Meriam-meriam yang digunakan oleh orang-orang turkin untuk mengepung konstatinopel pada tahun 1453 dapat menembakkan peluru dengan berat 800 ton sejauh satu mil, dengan kecepatan menembak 8 kali pada siang hari dan sekali pada malam hari. Seperti yang dikemukakan oleh Carventes1:

Berbahagialah zaman-zaman keberkahan yang tidak mengetahui amukan yang menakutkan dari mesin-mesin altileri yang kesetanan itu, yang penemunya saya yakin benar berada di neraka menerima imbalan atas penemuannya yang menyeramkan itu, yang dengan penemuannya itu membuat mudah bagi tangan yang hina dan penakut untuk mencabut nyawa seorang terhormat yang gagah berani. Dan itu terjadi pada waktu ia tidak mengetahui bagaimana dan darimana, pada memuncaknya keasyikan dan kegairahan yang membakar dan mengelorakan hati para pemberani, akan datagnya peluru sembarangan, yang ditembakkan mungkin seorang yang lari ketakutan oleh cahaya ketika ia menembakkan mesiu nya yang terkutuk itu.

Pada akhir abad kedelapan belas, altileri masih dipandang dikebanyakan negara, dengan satu-satunya pengecualian yang pentingtentang perancis, sebagai senjata yang lebih rendah dan agak tidak pentas dengan mana seorang terhormat sedapat-dapatnya jangan sampai berurusan dengan senjata itu. Hingga ditemukannya artileri, dan disamping peperangan laut, maka satu operasi militer yang dilakukan oleh satu orang sebagai alasan prinsip, hanya mampu menyingkirkan tidak lebih dari satu orang musuh saja.

Situasinya berubah-ubah dengan cepat setelah peneman senapan mesin yang dierbaiki pada bagian terkhir abad kesembilan belas.dengan senjata ini satu orang dalam satu operasi dalam melepaskan beratus-ratus tembakan dengan optimum yang tidak pernah tercapai pada kondisi-kondisi perang nyata, dengan menyingkirkan musuh dalam satu operasi sebanyak tembakan yang telah dilepaskan. Perkembangan yang berhasil di bidang-bidang peperangan udara dan peperanangan gas, amat meningkatkan jumlah musuh yang dapat disingkirkan dalam satu operasi oleh satu atau sejumlah kecil orang.

Peperangan nuklir dan sebagai suatu potensialitas, peperangan bakteriologi mengenai hal ini telah menempa revolusi serupa dengan, namun jauh melebihi ukuran-ukuran, revolusi yang dihasilkan oleh senapan mesin beberapa dasawarsa sebelumnya.

Kana tetapi, senjata-senjata yang mampu menghancurkan jutaan manusia di mana saja dibumi ini tidak dapat lebih banyak berbuat demikian dan sejauh ini merupan unsur negatif belaka dalam rencana unsuran-unsuran militer politik. Senjata-senjata tersebut mungkin dapat mematahkan keinginan musuh untuk melawan, akan tetapi senjat-senjata itu sendiri tidak dappat menaklukkan dan mempertahanakan apa yang telah di taklukkan. Menuai buah hasil perang total dan mengubahnya menjadi keuntungan politik yang permanen, memerlukan mekanisme transportasi dan komunikasi.

Mekanisme Transportasi dan Komunikasi

Mekanisme kemajuan pada dasawarsa akhir-akhir ini tidak ada yang lebih mengejutkan kecuali yang berkenaan dengan kemudahan dan kecepatan transportasi dan komunikasi. Dapat dikatakan tanpa raguragu, bahwa kemajuan yang dicapai dalam hal ini selama belahan pertama abad ke duapuluh adalah lebih besar dari pada kemajuan dalam seluruh sejarah sebelumnya. Pernah diungkapkan bahwa, tiga belas hari yang diperlukan oleh Sir Robert Peel pada tahun 1834 untuk tergesa-gesa pulang dari roma ke london agar dapat hadir pada suatu sidang kabinet, adalah tepat sama dengan waktu perjalanan yang dijatuhkan kepada pejabat romawi untuk berpergian yang sama pada tujuh abad sebelumnya.

Pada awal abad ke-17, jalan rel telah meningkatkan kecepatan perjalanan melalui darat sampai enam puluh lima mil sejam dengan naik kereta api tercepat, enam setengah kali dari yang sebelumnya sepanjang sejarah. Kapal-kapal uap telah mempercepat perjalanan sampai tiga puluh enam mil se-jam, tiga setengah kali sebelumnya sepanjang sejarah. Kecepatan pesawat penumpang enam ratus mil per-jam, yaitu sepuluh atau dua puluh lebih baik dari perjalanan enam dasawarsa yang lalu. Pesawat penumpang supersonik lebih dua kali lipat dari angka-angka ini. Adakah tiga ratus mil sejam suatu kecepatan pesawat penumpang yang mustahil dalam waktu 25 tahun ke depan?1.

Akan tetapi, perkembangan yang bersangkutan adalah lebih cepat tidak ada bandingannya dibandingkan dengan komunikasi lisan dan tertulis. Di sini, keajuan mekanisme jauh melampui kemajuan transportasi orang dan barang. Sebelum penemuan telegrap, telepon dan kabel bawah laut pada abad kesembilan belas, kecepatan pengiriman komunikasi lisan ataupun tertulis adalah identik dengan kecepatan perjalanan.

Artinya satu-satunya cara untuk mengirimkan komunikasi demikian, kecuali dengan isyarat-isyarat yang kelihatan, adalah dengan transportasi biasa. Penemuan-penemuan pada abad kesembilan belas itu mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk pengiriman komunikas dari yang berhari-hari menjadi berjam-jam.

Daftar pustaka
Miguel de ervantes. The History Don Qixote de la Mancha. Bagian I, bab XXXVIII.
Eugene Staley. Word economy in Transition. New York. Council on Foreighn Relations.1939, hlm 13.
Thompson, kenneth W. Politics Among Nations: the srtuggle for power and peace. Alfred A. Knopf Inc.
Share:

METODE IMPERIALISME

Imperialisme Militer

Bentuk imperialisme yang paling jelas, paling kuno dan juga paling kasar ialah penaklukan militer. Para penakluk besar sepanjang masa juga imperialis besar. Keuntungan metode ini dari segi pandangan negara imperialistis ialah kenyataan bahwa hubungan kekuasaan baru dari hasil penaklukan militer, lazimnya hanya dapat di ubah oleh perang lainnya yang disebabkan oleh hasutan negara yang ditaklukan, dengan kemungkinan yang kurang baik dipihak terakhir. Kalau ia dapat melakukan dan mempertahankan penaklukan militer, ia akan dapat mencapai tujuan imperialismenya dengan lebih cepat, dan dari proses penaklukan tersebut ia memperoleh kepuasan pribadi sebanyak-banyaknya yang di berikan oleh kemenangan dalam pertempuran kepada pihak pemenang.

Negara yang memulai perang untuk tujuan imperialistik dapat dapat memperoleh imperium dan mempertahankannya, seperti yang dilakukan Roma. Atau dapat memperolehnya dan dalam proses mendapatkan yang lebih besar lagi kehilangannya, seperti napoleon.

Imperialisme Ekonomi
Imperialisme ekonomi tidak begitu menonjol dan umumnya juga kurang efektif dari keanekaragaman militer dan sebagai metode rasional untuk memperoleh kekuasaan, merupakan produk zaman modern. Dengan demikian, imperialisme ekonomi adalah seiring dengan zaman penganut merkantilis dan kapitalisme.

Sifat umum politik ekonomi yang kita sebut sebagai imperialisme ekonomi ialah satu pihak gejalanya adalah untuk menghapus status quo dengan mengubah hubungan kekuasaan antara negara imperiais dengan negara lain, dan dipihak lain, melakukan yang demikian itu bukan melalui penaklukan wilayah, akan tetapi dengan cara pengendalian ekonomi. kalau suatu negara tidak dapat atau tidak mau menaklukkan suatu wilayah dengan tujuan untuk menegakkan keunggulannya atas negara lain, negara tersebut dapat berusaha mencapai tujuan yang sama dengan membentuk pengawasannya atas mereka yang mengendalikan wilayah.

Sifat imperialisme ekonomi sebagai metode yang sederhana, tidak langsung akan tetapi cukup efektif adalah untuk memperoleh dan mempertahankan dominasi atas negara lain, istimewa mencolok kalau imperialisme yang bersaingan berlomba dengan cara-cara ekonomis untuk mengendalikan pemerintah yang sama.

Imperialisme Kebudayaan
Apa yang kita usulkan unuk disebut sebagi imperialisme kebudayaan ialah politik imperialisme yang paling halus dan, kalau pun hal itu pernah berhasil atas diri semata adalah yang paling berhasil. Tujuannya bukanlah untuk menaklukkan wilayah atau mengendalikan kehidupan ekonomi, akan tetapi penaklukan dan pengendalian pemikiran manusia sebagai alat unuk hubungan kekuasaan antar dua negara. Kalau orang dapat membayangkan kebudayaan, dan lebih khusus lagi, ideologi politik dengan segenap tujuan imperialisme yang konkret, tentang Negara A memperoleh kemenangan yang lebih sempurna dan akan mendirikan keunggulannya  di atas dunia yang lebih mantap dari setiap penakluk militer atau penguasa ekonomi.

Bagaimanapun juga, ini merupakan suatu kasus hipotesis. Imperialisme kebudayaan pada umumnya tidak mencapai kemenangan yang begitu sempurna sehingga tidak diperlukan lagi metode imperialisme yang lain. Peranan khas yang dimainkan imperialisme kebudayaan dalam zaman modern merupakan tambahan pada metode yang lain. Peran itu melemahkan musuh, menyiapkan medan untuk penaklukan militer atau  terobosan ekonomi.

Manifestasi modern yang khas dari perannya ialah koloni kelima, dan satu dari dua keberhasilannya yang modern dan menonjol ialah dapat dilihat dalam operasi kolone kelima nazi di eropa sebelum dan pada awal perang Dunia II.

Daftar pustaka
Prof,P.E. Robert. Cambridge Modern History. New York. Macmilan Company. 1910.
Thompson, kenneth W. Politics Among Nations: the srtuggle for power and peace. Alfred A. Knopf Inc.

Share:

IMPERIALISME INTERNASIONAL


Hasil gambar untuk penjajahan modern

TUJUAN IMPERIALISME

Imperium Dunia
Contoh sejarah yang terkenal dari imperialisme tidak terbatas ialah politik ekspansionis Alexander Agung, Roma, Arab di abad ke 7-8, napoleon I dan hitler. Mereka semua mempunya dorongan yang sama kearah ekspansi yang tidak mengenal batas-batas rasional, hidup dari keberhasilan mereka dan kalau tidak di hentikan oleh kekuatan-kekuatan yang lebih unggul, akan terus sampai ke batas-batas dunia politik. Dorongan ini tidak akan dapat terpenuhi selama dimana saja masih tersisa objek yang mungkin bagi dominasi kelompok orang yang sudah diorganisisir secara politik yang dengan sebenarnya dalam arti sesungguhnya, menentang nafsu untuk kekuasaan si penakluk, seperti tidak adanya sikap moderat nafsu untuk menaklukkan sedemikian yang memberi kemungkinan penaklukan, merupakan ciri khas imperialisme tanpa batas.

Imperium Kontinental
Jenis imperialisme yang ditentukan secara geografis disajikan jelas sekali dalam politik negara-negara di eropa untuk memperoleh posisi yang lebih berpengaruh di eropa constinental lois XIV,kerajaan Piedmont di bawah Cavour yang mencoba menguasai jazirah italia di tahun 1850-an.

Corak imperialisme campuran yang sama merupakan intisari politik luar negeri Amerika terhadap dunia belahan Barat secara keseluruhan. Dokrin Monroe, dengan mendalilkan untuk dunia belahan Barat suatu politik status quo sehubungan dengan kekuatan Non-amerika, membentuk perisai yang melindungi dan di baliknya Amerika dapat menegakkan pengaruhnya yang lebih besar di dalam daerah geografis tersebut.

Pengaruh Lokal Yang Lebih Besar
Frederick Agung, Lois XV, Maria Theresa, Peter Agung dan Catherine II merupakan kekuatan penggerak corak politik luar negeri ini, yang berusaha meruntuhkan status quo dan membangun kekuasaan politik yang lebih besar dalam batas-batas yang di pilihnya sendiri. Berbeda dengan tipe yang secara geografis terbatas batas-batas imperialisme corak ini terutama bukanlah sebagaimana halnya pada tipe yang di batasi secara geografis suatu produk fakta objektif dari alam, yang secara teknis sulit atau politis tidak bijaksana untuk di capai. Sebaliknya, batas-batas tersebut terutama adalah hasil pilihan bebas di antara berbagai alternatif, dan salah satunya mungkin berupa politik status quo  dan yang lainnya ialah imperialisme kontinental, yang ketiga ialah imperialisme yang dilokalisir.

 Daftar pustaka
Hobbes. The Laviathan. Bab XI. hlm 49.

Share:
Mufazzal (c). Powered by Blogger.

Blogroll

"Kami Pemuda Yang Mengakui Bahwa Kami Tidak Memiliki Pengalaman, karena Kami Tidak Menawarkan Masa lalu. Kami Pemuda Menawarkan Masa Depan Untuk Perubahan Menuju Kesejahteraan, Kecerdasan, Dan Harga Diri"

Total Views

Popular Posts

Blog Archive

Contact Form

Name

Email *

Message *