• Swing States: Kunci Kemenangan Trum dan Hillary Clinton (1)

    Pertarungan memperebutkan gedung putih kian sengit, bahkan sampai pada malam hari menjelang pemilihan umum. Salah satunya yaitu mendulang dukungan dari swing state. swing state disebut-sebut sebagai penentu dalam pilpres tahun ini.

  • Kra Canal (2)

    Kra Canal atau Canal Thai mengacu pada proposal kanal untuk memotong melalui tanah genting selatan Thailand, yang menghubungkan Teluk Thailand dengan Laut Andaman.

  • Eiffel Scholarship Program (3)

    Pemerintah prancis yang menawarkan beasiswa kepada mahasiswa internasional melalui effel exellence scholarship programe, adapun beasiswa ini diperuntukkan bagi mahasiswa internasional

  • Model-Model Demokrasi (5)

    Demokrasi berasal dari bahasa yunani, demos (rakyat) dan kratos (kekuasaan). Menurut robertson demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana rakyat berkuasa

  • A Theory of Justice (6)

    John Borden Rawls dilahirkan di Baltimore, Maryland, Amerika Serikat pada 21 Februari 1921

Friday 23 January 2015

Pemerintah Aceh Pasca UUPA

PEMERINTAH ACEH PASCA-PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2006 (Bentuk-Bentuk dan Peluang Sengketa Hubungan Pusat-Daerah)

Hasil gambar untuk PEMERINTAH ACEH

ABSTRAK

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam merupakan provinsi yang diberi kewenangan khusus untuk mengatur daerahnya sendiri, sebagaimana diatur dalam UU No. 11 Tahun 2006. Keistimewaan yang diberikan kepada Aceh menimbulkan peluang konflik, diantaranya masalah kewenangan, pilkada dan pengelolaan sumber daya alam. Peluang konflik bukan hanya terjadi di Aceh, melainkan juga akan terjadi di daerah lain berupa kecemburuan sosial. Pemerintah harus tanggap terhadap peluang konflik ini dalam rangka mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.


PENDAHULUAN
I. Latar Belakang Permasalahan

Berdasarkan UUD 1945, bentuk negara yang digunakan  di  Indonesia adalah bentuk negara kesatuan yang menganut asas desentralisasi. Pengaturan bentuk Negara kesatuan sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat (1) UUD)1945 yang berbunyi: Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik.  Penggunaan asas desentralisasi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia ditunjukkan dengan adanya pembagian daerah sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 amandemen kedua  Pasal 18 ayat (1) sampai dengan ayat (3) yang berbunyi:
  1. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah- daerah Propinsi dan daerah-daerah Propinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap Propinsi, Kabupaten dan Kota mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan Undang-Undang;  
  2. Pemerintah Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten dan Kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
  3. Pemerintah Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten dan Kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum
Ketentuan dalam UUD 1945 tersebut mengisyaratkan bahwa sistem pemerintahan daerah menurut UUD 1945 menempatkan pemerintah daerah sebagai  bagian dari sistem pemerintahan Indonesia. Hal ini berhubung dianutnya bentuk negara kesatuan menurut Pasal 1 ayat (1) UUD 1945, artinya Negara Republik Indonesia menganut bentuk negara kesatuan yang didesentralisasi (Josef Riwu Kaho, 1991:6);

Menurut Bagir Manan Pasal 18 UUD 1945 yang telah diamandemen  lebih sesuai dengan gagasan daerah membentuk pemerintahan daerah sebagai satuan pemerintahan  mandiri di daerah yang demokratis. Lebih lanjut Bagir Manan mengatakan bahwa asas dekonsentrasi adalah instrumen sentralisasi, karena itu sangat keliru kalau ditempatkan dalam sistematik pemerintahan daerah yang merupakan antitesis dari sentralisasi(Bagir Manan, 2001: 9);

Mengacu kepada rumusan pasal di atas dan beberapa pasal-pasal berikutnya, pembagian daerah di Indonesia dikenal pula adanya satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus atau istimewa dan satuan-satuan masyarakat hukum adat yang merupakan pengaturan pemerintahan asli Indonesia yang sepanjang hal itu masih ada sebagaimana diatur dalam UUD 1945 Pasal 18 B. Ketentuan  ini mengandung arti bahwa dalam susunan daerah baik Propinsi, Kabupaten maupun Kota dimungkinkan adanya pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa, namun pengertian daerah khusus dan istimewa dalam UUD 1945 ini belum ada batasan pengaturannya.

Selain Daerah Propinsi, Kabupaten/Kota diatur pula adanya satuan masyarakat hukum adat sepanjang hal itu masih ada, satuan masyarakat hukum adat tersebut  mempunyai teritorial yang mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Perkembangan selanjutnya dengan adanya perubahan paradigma otonomi daerah yang baru, berturut-turut ditetapkan dan diundangkannya UU yang mengatur pemerintah  daerah, yaitu:
  1. Undang-undang Nomor  21 Tahun 2001  tentang Otonomi Khusus Papua.
  2. Undang-undang Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Nanggroe Aceh Darussalam.
  3. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
  4. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah  Pusat dan Daerah.
  5. Undang-undang Nomor     34  Tahun 2000    tentang Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.
  6. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh pengganti Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Nanggroe Aceh Darussalam.
UUD 1945, baik sebelum maupun setelah amandemen, memberi ruang hadirnya praktik hubungan pusat dan daerah yang didasarkan kepada karakter khas suatu daerah. Dalam UUD 1945 hasil amandemen, misalnya, eksplisit ditegaskan, negara mengakui dan menghormati satuan- satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa. Berdasarkan rumusan itu, UUD 1945 memungkinkan munculnya praktik otonomi daerah yang berbeda antara suatu daerah dan daerah lain. Namun, untuk mengatur lebih jauh bagaimana perbedaan derajat (khusus maupun istimewa, UUD 1945 menyerahkannya kepada undang-undang. Dalam praktik, sejak awal kemerdekaan, semua daerah diatur seragam dan semua undang-undang tentang pemerintahan daerah punya tafsir berbeda mengenai makna khusus dan istimewa itu.Perkembangan berbeda mulai terasa sejak tahun 1999. Pemerintah tak mungkin lagi mengaturnya secara seragam. Bahkan, untuk Aceh dan Papua, beberapa ketetapan MPR mengamanatkan kedua daerah itu diberlakukan otonomi khusus. Untuk memenuhi amanat itu, tahun 2001 ditetapkan UU Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Aceh dan UU No 21/2001 tentang Otonomi Khusus Papua.

Namun, pemberian status otonomi khusus bagi Aceh dan Papua tak diikuti dengan paradigma baru. Akibatnya, dalam mengelola otonomi khusus, campur tangan pemerintah kian dominan. Campur tangan itu jelas terlihat dalam menyikapi aturan pemilihan kepala daerah. Sejauh ini, pemerintah memaksakan pola dan persyaratan umum dalam UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. Yang terjadi kemudian, muncul krisis kepercayaan (trust) kepada pemerintah dan otonomi khusus yang sudah disepakati. Padahal, otonomi khusus baru dapat dilaksanakan jika terbangun trust antara pemerintah pusat dan daerah yang menerima otonomi khusus.

Implementasi otonomi khusus di Aceh semakin menarik untuk dikaji karena Gerakan Aceh Merdeka (GAM) tidak menerima UU No 18/2001. Untuk menyelesaikan penolakan tersebut, Pemerintah RI kembali melakukan perundingan dengan GAM. Dari serangkaian perundingan yang dilakukan sejak pengesahan UU No 18/2001, pada 15 Agustus 2005 di Helsinki Finlandia, berhasil disepakati Memorandum of Understanding (MoU) antara Pemerintah RI dan GAM. Salah satu klausul kesepakatan itu, materi MoU Helsinki akan dituangkan dalam undang-undang, yaitu Undang-Undang tentang Pemerintahan Aceh (UU PA). Untuk memenuhi klausul di atas, pada 11 Juli 2006 Dewan Perwakilan Rakyat telah menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Pemerintah Aceh menjadi undang-undang.

Bila dibaca Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh tersebut, setidaknya terdapat lima alasan pemberlakuan undang-undang ini, yaitu;
  1. Bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-Undang;
  2. Bahwa berdasarkan perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Aceh merupakan satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa terkait dengan salah satu karakter khas sejarah perjuangan masyarakat Aceh yang memiliki ketahanan dan daya juang tinggi;
  3. Bahwa ketahanan dan daya juang tinggi tersebut bersumber dari pandangan hidup yang berlandaskan syariat Islam yang melahirkan budaya Islam yang kuat sehingga Aceh menjadi daerah modal bagi perjuangan dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  4. Bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di Aceh belum dapat sepenuhnya mewujudkan kesejahteraan rakyat, keadilan serta pemajuan, pemenuhan, dan pelindungan hak asasi manusia sehingga Pemerintahan Aceh perlu dikembangkan dan dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik, dan
  5. Bahwa bencana alam gempa bumi dan tsunami yang terjadi di Aceh telah menumbuhkan solidaritas seluruh potensi bangsa Indonesia untuk membangun kembali masyarakat dan wilayah Aceh serta menyelesaikan konflik secara damai, menyeluruh, berkelanjutan, dan bermartabat dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;
II. Perumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalah yang akan dikaji lebih jauh pada tulisan ini, yakni:
  1. Bagaimanakah ruang lingkup kewenangan yang dimiliki oleh Aceh pasca pemberlakuan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh?
  2. Bagaimanakah bentuk dan peluang sengketa yang dapat terjadi antara pemerintahan Aceh dan pemerintah (pusat) sehubungan dengan kewenangan yang dimiliki Aceh berdasarkan UU 11/2006 tersebut?
  3. Langkah-langkah apa saja yang dapat ditempuh guna menciptakan hubungan yang harmonis antara pemerintahan Aceh dan pemerintah (pusat)?
PEMBAHASAN

I. Otonomi Khusus Pemerintahan Aceh Menurut UU No 11/2006

Ketetapan  MPR No. IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan Dalam Penyelengaraan Otonomi Daerah menguraikan permasalahan-permasalahan mendasar yang dihadapi dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Sebagai tindak lanjut dari Ketetapan MPR No. IV/MPR/2000 tanggal 9 Agustus 2001 Presiden Megawati Soekarnoputri mengesahkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dan tanggal 21 November 2001 juga disahkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.

Implementasi otonomi khusus di Aceh semakin menarik untuk dikaji karena Gerakan Aceh Merdeka (GAM) tidak menerima UU No 18/2001. Untuk menyelesaikan penolakan tersebut, Pemerintah RI kembali melakukan perundingan dengan GAM. Dari serangkaian perundingan yang dilakukan sejak pengesahan UU No 18/2001, pada 15 Agustus 2005 di Helsinki Finlandia, berhasil disepakati Memorandum of Understanding (MoU) antara Pemerintah RI dan GAM. Salah satu klausul kesepakatan itu, materi MoU Helsinki akan dituangkan dalam undang-undang, yaitu Undang-Undang tentang Pemerintahan Aceh (UUPA).

Untuk memenuhi klausul di atas, pada 11 Juli 2006 Dewan Perwakilan Rakyat telah menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Pemerintah Aceh menjadi undang-undang.
Bila dibaca Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh tersebut, setidaknya terdapat lima alasan pemberlakuan undang-undangan ini, yaitu:
  1. bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-Undang;
  2. bahwa berdasarkan perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Aceh merupakan satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa terkait dengan salah satu karakter khas sejarah perjuangan masyarakat Aceh yang memiliki ketahanan dan daya juang tinggi;
  3. bahwa ketahanan dan daya juang tinggi tersebut bersumber dari pandangan hidup yang berlandaskan syariat Islam yang melahirkan budaya Islam yang kuat sehingga Aceh menjadi daerah modal bagi perjuangan dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  4. bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di Aceh belum dapat sepenuhnya mewujudkan kesejahteraan rakyat, keadilan serta pemajuan, pemenuhan, dan pelindungan hak asasi manusia sehingga Pemerintahan Aceh perlu dikembangkan dan dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik; dan
  5. bahwa bencana alam gempa bumi dan tsunami yang terjadi di Aceh telah menumbuhkan solidaritas seluruh potensi bangsa Indonesia untuk membangun kembali masyarakat dan wilayah Aceh serta menyelesaikan konflik secara damai, menyeluruh, berkelanjutan, dan bermartabat dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
II. Sistem Pemerintahan Daerah  Menurut UU 11/2006

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 (UUPA) menegaskan bahwa Aceh adalah daerah provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang Gubernur. Dan Pemerintahan Aceh adalah pemerintahan daerah provinsi dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyelenggarakan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Aceh sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing.

Penyelenggaraan pemerintahan daerah Aceh adalah dengan prinsip otonomi seluas-luasnya. Hal ini dapat dibaca pada bagian penjelasan umum UUPA yang menyatakan :


"Hal demikian mendorong lahirnya Undang-Undang tentang Pemerintahan Aceh dengan prinsip otonomi seluas-luasnya. Pemberian otonomi seluas-luasnya di bidang politik kepada masyarakat Aceh dan mengelola pemerintahan daerah sesuai dengan prinsip good governance yaitu transparan, akuntabel, profesional, efisien, dan efektif dimaksudkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat di Aceh. Dalam menyelenggarakan otonomi yang seluas-luasnya itu, masyarakat Aceh memiliki peran serta, baik dalam merumuskan, menetapkan, melaksanakan maupun dalam mengevaluasi kebijakan pemerintahan daerah"

Prinsip otonomi yang seluas-luasnya tersebut dipertegas lagi sebagai kewajiban konstitusional, dengan tetap menekankan posisi Pemerintahan Aceh sebagai bagian tidak terpisahkan dari NKRI. Penegasan ini dapat dibaca dalam penjelasan UUPA sebagai berikut :

"Undang-undang ini mengatur dengan tegas bahwa Pemerintahan Aceh merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tatanan otonomi seluas-luasnya yang diterapkan di Aceh berdasarkan Undang-Undang ini merupakan subsistem dalam sistem pemerintahan secara nasional. Dengan demikian, otonomi seluas-luasnya pada dasarnya bukanlah sekedar hak, tetapi lebih dari itu yaitu merupakan kewajiban konstitusional untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan di Aceh"

III. Rumah Tangga Daerah dan masalah kewenangan

Dengan adanya daerah diberikan hak dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri setiap urusan Pemerintahan menurut asas otonomi seluas-luasnya, mengandung makna (1) dilihat  dari segi formal yaitu proses bagaimana daerah diberikan keleluasaan menurut caranya untuk mengatur dan mengurus rumah tangga tidak lagi ada turut campur Pemerintah  pusat untuk menentukan bagaimana mengelola urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah, dengan tidak mengurangi prinsip-prinsip pemberian otonomi. (2) Dilihat dari segi materiil yaitu daerah diberikan kewenangan yang lebih besar (banyak) untuk mengelola urusan Pemerintahan kecuali ketentuan yang ditetapkan dalam UU merupakan kewenangan Pemerintah  pusat, dengan demikian daerah diberikan kesempatan untuk mengatur dan mengurus urusan-urusan Pemerintahan yang dapat dilaksanakan oleh pemerintahan lokal.

Menyangkut kewenangan yang dimiliki Pemerintahan Aceh diatur pada Pasal 7 UUPA,  yakni:
  1. Pemerintahan Aceh dan kabupaten/kota berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam semua sektor publik kecuali urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah.
  2. Kewenangan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi urusan pemerintahan yang bersifat nasional, politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan urusan tertentu dalam bidang agama.
  3. Dalam menyelenggarakan kewenangan pemerintahan yang menjadi kewenangannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah dapat:
  • Melaksanakan sendiri;
  • Menyerahkan sebagian kewenangan Pemerintah kepada Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/ kota;
  • Melimpahkan sebagian kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah dan/atau instansi Pemerintah; dan menugaskan sebagian urusan kepada Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota dan gampong berdasarkan asas tugas pembantuan.

IV. Pembagian Kewenangan Pusat-Daerah Menurut UU No 11/2006

Bila dibaca Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh tersebut, pada bagian Ketentuan Umum UU No 11/2006 ditegaskan, Aceh adalah daerah provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip NKRI berdasarkan UUD 1945, yang dipimpin oleh seorang Gubernur. Sementara Pemerintahan Aceh adalah pemerintahan daerah provinsi dalam sistem NKRI berdasarkan UUD 1945 yang menyelenggarakan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Aceh sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing.

Dalam hal pembagian kewenangan, UU No 11/2006 juga potensial terperangkap rebutan kewenangan dengan pemerintah pusat. Potensi itu muncul karena adanya frasa urusan pemerintahan yang bersifat nasional. Berkenaan dengan frasa itu, Penjelasan Pasal 7 Ayat (2) UU No 11/2006 menyatakan:


"Urusan pemerintahan yang bersifat nasional yang dimaksudkan dalam ketentuan ini termasuk kebijakan di bidang perencanaan nasional, kebijakan di bidang pengendalian pembangunan nasional, perimbangan keuangan, administrasi negara, lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, teknologi tinggi yang strategis, konservasi dan standardisasi nasional"

Penjelasan frasa urusan pemerintahan yang bersifat nasional sekali lagi membuktikan bahwa pembagian kewenangan antara pusat dan daerah sengaja dirumuskan sedemikian rupa sehingga sulit dirumuskan dan diimplementasikan. Apalagi, hampir tidak urusan daerah yang terkait dengan urusan pemerintahan yang bersifat nasional. Jadi, prinsip residu power dielemininasi sedemikian rupa sehingga pemerintah pusat dapat melakukan intervensi untuk semua urusan yang sudah diserahkan kepada daerah. Posisi pemerintah pusat akan semakin dominan karena menurut Pasal 249 UU No 11/2006 menentukan bahwa pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Pemerintahan Aceh dan pemerintahan kabupaten/kota dilaksanakan oleh pemerintah pusat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Selain pembagian kewenangan dengan pusat, UU No 11/2006 juga menentukan masalah pembagian urusan antara Pemerintahan Aceh dengan Pemeintahan Kabupaten/Kota. Kalau dibaca pembagian urusan wajib dan urusan wajib lainnya yang terdapat dalam Pasal 16 dan Pasal UU No 11/2006 potensi terjadinya perhimpitan urusan cukup besar. Dengan kondisi tersebut, maka akan terjadi tumpang-tindih antara Pemerintah Aceh dengan Pemerintah Kabupaten/Kota. Bukan tidak mungkin, urusan-urusan yang bersifat pembiayaan juga akan terjadi kevakuman.

Sebetulnya, titik rawan lain dalam pembagian urusan muncul karena adanya ketentuan Pasal 11 Ayat (1) UU No 11/2006 yang menyatakan:


 "Pemerintah menetapkan norma, standar, dan prosedur serta melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Aceh, kabupaten, dan kota"

Kemudian dalam Penjelasan Pasal 11 Ayat (1) dinyatakan:


"Yang dimaksud dengan: Norma adalah aturan atau ketentuan yang dipakai sebagai tatanan untuk pelaksanaan otonomi daerah. Standar adalah acuan yang dipakai sebagai patokan dalam pelaksanaan otonomi daerah. Prosedur adalah metode atau tata cara untuk  melaksanakan otonomi daerah"

Sekalipun ditentukan bahwa norma, standar, dan prosedur tidak mengurangi kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintahan Aceh dan Pemerintahan Kabupaten/Kota, kehadiran Pasal 11 Ayat (1) potensial mengurangi kemandirian dalam melaksanakan urusan. Tidak hanya itu, Pasal 11 Ayat (1) dan pejelesannya tidak menentukan secara eksplisit bentuk hukum penetapan norma, standar, dan prosedur dimaksud. Bisa jadi, akan muncul penetapan norma, standar, dan prosedur dalam berbagai bentuk hukum mulai dari peraturan pemerintah (pp) sampai dengan peraturan gubernur (pergub).

V. Peluang Konflik Pusat-Daerah

Ada tiga embrio konflik dalam UUPA yang bila tidak disikapi secara bijak akan dapat mengganggu jalannya proses demokratisasi dan upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat Aceh yang lebih baik di bawah UUPA ini.

Embrio konflik pertama adalah masalah kewenangan. Menyangkut kewenangan yang dimiliki Aceh pasca pengesahan UUPA, sepintas tidak terdapat perbedaan dengan kewenangan yang dimiliki oleh daerah lain. Provinsi Aceh dan kabupaten/kota berwenang mengatur dan mengurus seluruh sektor pemerintahan dalam semua sektor publik kecuali yang bersifat nasional, seperti politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter, dan fiskal serta urusan tertentu dalam bidang agama. Rumusan ini tidak berbeda dengan aturan yang terdapat pada Pasal 10 UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Masalahnya adalah bentuk dan ruang lingkup kewenangan yang diberikan kepada Aceh tidak secara spesifik dijelaskan, di antaranya adalah siapa yang mesti merinci kewenangan yang dimaksud serta apakah menjadi kewenangan mutlak dari pemerintah Aceh untuk merumuskan kewenangan yang akan menjadi urusan pemerintah Aceh, ataukah kewenangan tersebut nantinya akan dirinci oleh pemerintah pusat melalui peraturan pemerintah seperti lazimnya diberlakukan kepada daerah lain. Ini persoalan yang amat krusial.

Pada saat UUPA masih berbentuk rancangan dan diperdebatkan di Senayan, terdapat rumusan Pasal 11 yang berbunyi; "pemerintah menetapkan norma, standar, dan prosedur serta melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Aceh, kabupaten, dan kota". Dalam perkembangan pembahasan UUPA, rumusan pasal ini dihapus. Dengan dihapusnya pasal ini, pemerintah pusat seakan memberikan "cek kosong" kepada pemerintah Aceh untuk mengurai dan mengatur sendiri kewenangan apa saja yang diinginkan oleh pemerintah Aceh. Hal yang paling mengkhawatirkan adalah bagaimana sekiranya terjadi konflik antara pemerintah Aceh dan pemerintah pusat menyangkut kewenangan tersebut, lembaga mana yang akan menyelesaikannya?

Embrio konflik kedua adalah menyangkut masalah pilkada. UUPA mengatur pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil di Provinsi Aceh dan kabupaten/kota dilakukan secara langsung dengan nuansa kekhususan antara lain penyelenggara pemilihan dilakukan oleh Komisi Independen Pemilihan Aceh dan komisi independen pemilihan kabupaten/kota. Pasangan calon nantinya akan diusulkan oleh partai politik, partai lokal, dan kandidat perseorangan. Jadi akan ada tiga pintu masuk pada proses pencalonan pasangan calon.

Persoalannya adalah menyangkut partai lokal yang diberikan kewenangan untuk mengusulkan pasangan calon, namun teknis pembentukannya mesti menunggu aturan hukum dalam bentuk peraturan pemerintah yang dikeluarkan oleh presiden. Dalam UUPA dijelaskan bahwa partai lokal boleh ikut dalam pemilu untuk memilih anggta Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dan Dewan Perwakilan Rakyat Kota/Kabupaten (DPRK), mengajukan calon untuk mengisi DPRA dan DPRK, mengusulkan pemberhentian dan pergantian antar waktu anggotanya, mengusulkan pasangan calon gubernur-wakil, calon bupati-wakil, calon wali kota-wakil dan dapat melakukan afiliasi dengan partai politik baik lokal maupun nasional.

Ketentuan lebih lanjut tentang hal ini akan diatur dalam peraturan pemerintah yang harus diterbitkan paling lambat Februari 2007. Dengan kata lain, campur tangan pemerintah pusat dalam proses pilkada di aceh tetap terbuka lebar melalui perangkat peraturan pemerintah yang akan dikeluarkan oleh presiden.

Di samping itu, dengan sistem pilkada yang terbuka tersebut, peluang terjadinya konflik akan sulit untuk dibendung. Dengan pencalonan sistem satu pintu saja (melalui parpol) seperti yang banyak dipraktikkan daerah lain, konflik pilkada terjadi pada hampir setiap daerah. Apalagi dengan sistem tiga pintu yang akan digelar di Aceh nantinya. Tentu saja kerawanan akan konflik jauh lebih besar. Solusi antisipasi jelas berada di tangan Komisi Independen Pemilihan Aceh dalam merumuskan aturan pilkada yang aspiratif dan melalui proses yang transparan serta yang terpenting melibatkan semua unsur yang terpaut langsung terhadap proses pilkada di Aceh. Merumuskan aturan pilkada yang dapat memuaskan semua pihak tentu bukan pekerjaan yang sederhana.

Embrio konflik yang ketiga adalah masalah pengelolaan sumber daya alam. Pasal 160 ayat (1) UUPA merumuskan "Pemerintah dan pemerintah Aceh melakukan pengelolaan bersama sumber daya alam minyak dan gas bumi yang berada di darat dan laut di wilayah kewenangan Aceh". Namun pada penjelasan pasal ini dinyatakan bahwa " Sumber daya migas dikelola pemerintah Aceh". Pemberian kewenangan khusus kepada pemerintah Aceh untuk mengelola sumber daya migas seakan mengenyampingkan Pasal 18A ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan "Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang".

Rumusan Pasal 160 ayat (1) UUPA bila dilihat dari segi kepentingan daerah lain, merupakan embrio konflik yang mengkhawatirkan. Bagi daerah lain, sumber daya alam, khususnya migas yang berada di Aceh tentu bukan sepenuhnya menjadi hak mutlak masyarakat Aceh. Sepanjang masih berada di wilayah NKRI, migas di Aceh menjadi hak bagi setiap daerah.

Kecemburuan daerah lain tidak saja dipicu masalah migas di atas. Di sisi ekonomi, sumber penerimaan Aceh memperoleh dana perimbangan yang diperlakukan khusus yaitu dari bagi hasil hidrokarbon dengan besaran 70 persen. Di samping itu, Aceh juga akan memperoleh dana otonomi khusus untuk membiayai pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pendidikan, sosial dan kesehatan selama 20 tahun dengan rincian tahun 1-15 tahun sebesar 2 persen plafon DAU nasional dan tahun 16-20 tahun sebesar 1 persen plafon DAU nasional. Kebijakan ini akan berlaku efektif mulai 2008. angka-angka yang amat fantastis ini seakan menjadi Aceh sebagai "anak emas" baru di republik ini.

Agar ketiga konflik tersebut tidak meluas menjadi sebuah ketegangan baru hubungan pusat-daerah, amat mendesak bagi pemerintahan SBY-Budiono mengambil langkah-langkah yang bijak guna menjelaskan kepada publik, khususnya daerah-daerah minus yang terimbas langsung dari kebijakan pemberikan otonomi baru kepada pemerintahan Aceh.

Lalu, menghadapi masalah-masalah pembagian kewenangan di atas, langkah apa yang harus dilakukan untuk dapat keluar dari masalah tersebut? Pertanyaan itu menjadi penting karena keberhasilan pelaksanaan kewenangan antara pusat dan daerah akan amat menentukan keberhasilan UU No 11/2006. Saya menyarankan beberapa langkah berikut:

  1. Pertama, berkaca pada pengalaman pelaksanaan hubungan pusat di daerah (yang bukan dengan pola otonomi khusus) lain, sebaiknya dibentuk badan ad-hoc yang dapat menjembatani penyelesaian pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dengan Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Pembentukan itu tidak saja menjadi salah satu bukti bahwa pemerintah serius mengelola otonomi khusus,  tetapi juga mempercepat keluar dari kecenderungan penyeragaman pola otonomi daerah di Departemen Dalam Negeri. Tanpa pengelolaan yang sungguh-sungguh, otonomi khusus akan berubah menjadi otonomi kasus.
  2. Kedua, pemerintah pusat mesti membuat bentuk produk hukum yang seragam dalam menyusun norma, standar, dan prosedursehingga benar-benar tidak mengurangi kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintahan Aceh dan Pemerintahan Kabupaten/Kota sebagai daerah yang diberi status khusus atau istimewa. Akan lebih baik kalau produk hukum penyusunan norma, standar, dan prosedur dibuat dalam satu produk hukum saja.
  3. Ketiga, membangun komunikasi yang intensif antara Pemerintahan Aceh dengan Pemerintahan Kabupaten/Kota dalam menyusun pembagian urusan antara provinsi dengan kabupaten/kota. Komunikasi ini menjadi penting agar potensi konflik pembagian urusan antara Pemerintahan Aceh dengan Pemerintahan Kabupaten/Kota tidak berubah menjadi ruang bagi pemerintah pusat untuk memperluas dan memperkuat intervensi.

Banyak kalangan berpendapat, secara umum, kehadiran UU No 11/2006 akan menjadi babak baru praktik otonomi daerah di Indonesia. Pendapat seperti itu tentu akan ada benarnya kalau kehadiran UU No 11/2006 mampu membangun kehidupan politik dan ekonomi yang lebih baik guna menciptakan kesejahteraan masyarakat. Namun, di tengah harapan yang demikian juga muncul pendapat yang meragukan keberlangsungan UU No 11/2006. Keraguan itu muncul, di antaranya, karena pengalaman dan praktik otonomi khusus di bawah Undang-Undang No 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (UU No 18/2001).

Namun, keraguan bahwa Aceh sebagai daerah yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan akan dapat terlaksana dengan baik karena ada penilaian bahwa kewenangan Aceh tidak ditentukan dengan tegas dalam UU No 11/2006. Apalagi, dalam ketidaktegasan itu, Pasal 11 Ayat (1) UU No 11/2006 menyatakan: pemerintah (pusat) menetapkan norma, standar, dan prosedur serta melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Aceh, kabupaten, dan kota.

PENUTUP

Kesimpulan:

  1. Setelah pemberlakuan UU No. 11 Tahun 2006 maka Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam diberi kewenangan seluas-luasnya untuk mengatur daerahnya sendiri sebagaimana yang terdapat pada pasal 7 UU tersebut.
  2. Ada 3 embrio konflik akibat pemberlakuan UU No. 11 Tahun 2006, yaitu: masalah kewenangan, masalah pilkada karena adanya hak bagi partai lokal mengusung calonnya, masalah pengelolaam sumber daya alam.
  3. Langkah-langkah yang ditempuh untuk menghindari konflik tersebut adalah dibentuknya badan ad hoc yang menjembatani pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah Aceh, membangun komunikasi yang efektif dan membuat aturan hukum yang seragam dengan tidak mengurangi keistimewaan kewenangan pemerintah Aceh.

Saran


  1. Agar pemerintah cepat tanggap dalam dugaan-dugaan konflik yang akan terjadi akibat pemberlakuan UU No. 11 Tahun 2006.
  2. Agar terus dilakukan penyempurnaan terhadap aturan hukum yang terkait dengan otonomi khusus Aceh sehingga semakin meminimalisir terjadinya peluang konflik.
DAFTAR PUSTAKA

Syafrudin, Ateng, 1993,  Pengaturan Koordinasi Pemerintahan Di Daerah, Bandung, Penerbit Citra Aditya Bakti,

-------------, 1973, Pemerintah Daerah dan Pembangunan, Bandung, PT. Bandung Press, Sumur
Manan, Bagir,  1993, Perjalanan Historis Pasal 18 UUD 1945, Karawang,  UNSIKA

-------------, 2001, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Pusat Studi Hukum (PSH), Yogyakarta, UII Press.

Huda, Nimatul, 2005, Otonomi Daerah, Filosofi, Sejarah Perkembangan dan Problematika, Pustaka Pelajar

PSHK, Catatan PSHK Untuk Akhir Masa Sidang IV 2005-2006 DPR; Penuh Dinamika Namun Tidak Jelas Arahnya, dikutip dari http://www.pshk.org

Soehino, 1991, Hukum Tata Negara Perkembangan Otonomi Daerah, BPFE-Yogyakarta, Edisi Kedua, 2004 

Josef Riwu Kaho, Analisa Hubungan Pemerintah pusat dan daerah di Indonesia, Rineka Cipta

Sujamto, 1988, Daerah Istimewa Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, Bina Aksara





Share:

Sunday 18 January 2015

Teori Keadilan

TEORI KEADILAN
( A Theory of Justice)
Hasil gambar untuk john rawls
                                   
PENGANTAR
Tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan sebuah pengertian tentang Keadilan dari dua pandangan besar, dari sudut pandangan Liberal dan Marxis. Bahan yang dicakup dalam tulisan ini dicakup dalam tulisan ini hamper seluruhnya terdiri dari karya-karya terkini dalam filsafat politik, terutama sekali, teori-teori terkini tentang masyarakat yang baik, bebas dan adil.
Salah satu alasan mengapa saya menulis tentang teori keadilan ini, karena saya menilai sedikitnya pengetahuan yang tersedia di akademisi. Selain itu saya percaya bahwa terdapat banyak sekali karya yang sangat penting dan menarik yang tengah di kerjakan dalam bidang ini.
UTILITARIANISME
Secara umum dapat diterima bahwa kelahiran kembali filsafat politik normative baru-baru ini dimulai dengan terbitnya karya John Rawls, A Theory of Justice, pada tahun 1971, dan teorinya akan merupakan tempat yang tepat untuk memualai memeriksa teori-teori keadilan kontemporer. Teori Rawls mendominasi perdebatan kontemporer, bukan karena semua orang menerimanya, tetapi karena pandangan-pandangan alternative seringkali disajikan sebagai tanggapan atas teori ini.
Mendefenisikan Utiliti
Kaum utility secara tradisional telah mendefenisikan utility dalam pengertian kebaahagiaan (happiness). Maka slogan umum yang digunakan kaum utility yaitu ‘the greatest happiness of the greatest number’ (kebahagian besar untuk jumlah yang besar)1. Namun tidak semua kaum utility menerima penilain kesejahteraan manusia yang ‘hedonistik’ semacam ini. Dalam tulisan kymlicka, ada empat posisi yang dapat dikenali yang diterima berkenaan dengan pertanyaan ini.
a.       Hedonism kesejahteraan
Pandangan pertama, dan sangat berpengaruh dalam tradisi uniliti adalah pandangan bahwa pengalaman atau sensasi kenikmatan merupakan kebaikan utama manusia. Pengalaman atau sensasi kenikmatan ini adalah kebaikan yang merupakan tujuan dalam dirinya sendiri, yang kepadanya semua kebaikan lain merupakan sarana.
b.      Kemanfaatan keadaan mental non-hedonistik
Penilain utility yang hedonistic itu keliru, karena nilai-nilai yang berharga yang dimiliki dan dilakukan dalam kehidupan tidak semuanya dapat direduksi pada satu keadaan mental seperti kebahagiaan (kymlicka: 1970). Sebuah tanggapan mengatakan bahwa banyak bentuk pengalaman yang berbeda tetap bernilai dan bahwa kita harus mempromosikan seluruh susunan keadaan mental yang bernilai.
Kaum uniliti yang mengadopsi penilain ini menerima bahwa pengalaman menulis puisi, keadaan mental yang mengiringinya, dapat menguntungkan meskipun tanpa rasa nikmat. Penilain ini tidak terhindar dari keberatan yang diajukan Nozick. Dalam kenyataannya, penemuan Nozick disebut sebagai ‘mesin pengalaman’ (experience machine), dan obat terlarang dapat menghasilkan semua perasaan mental yang diinginkan.
c.       Kepuasan preferensi
Pilihan ketiga adalah penilain utility sebagai ‘kepuasan referensi’ (preference satisfaction). Menurut pandangan ini, meningkatkan utility orang berarti memuaskan referensinya, apapun preferensinya itu. Kaum utility yang mengadopsi penilain ini menyarankan kita untuk memuaskan semua bentuk preferensi secara merata, karena mereka menyamakan kesejahteraan dengan kepuasan preferensi.
Preferensi, karena itu, tidak menentukan kebaikan kita. Justru lebih tepat mengatakan bahwa preferensi kita adalah ramalan tentang  kebaikan kita. Kita ingin memiliki nilai-nilai berharga untuk di miliki, dan preferensi kita saat ini mencerminkan kepercayaan kita saat ini tentang apa hal-hal yang berharga itu.

d.      Preferensi yang berpengahuan
Penilain utility yang keempat mencoba menampung masalah preferensi yang keliru dengan mendefenisikan kesejahteraan sebagai kepuasan preferensi ‘kepuasan’ atau ‘berpengetahuan’. Unilitarisme, menurut pandangan ini bertujuan memuaskan preferensi yang didasarkan pada informasi yang lengkap dan pertimbangan yang benar, sambil menolak preferensi yang irasional dan keliru.
Pertimbangan yang keempat ini nampaknya benar kebaikan utama manusia adalah kepuasan preferensi rasional. Meskipun pandangan ini tidak dapat disangkal, tetapi kabur. Pandangan ini tidak menyatakan rintangan apa yang mungkin dianggap sebagai ,utiliti’ kebahagiaan setidaknya memiliki manfaat yang pada prinsipnya dapat diukur.
Dua Daya Tarik
            Ada dua cirri yang menyebabka utility menjadi teori moralitas politik yang menarik. Pertama, tujuan yang dipromosikan kaum utility tidak bergantung pada keberadaan tuhan, atau jiwa, atau semua entitas meta fisik lain yang meragukan. Sejumlah teori moral mengatakan bahwa apa yang penting adalah keadaan jiwa seseorang, atau bahwa orang hendaknya hidup sesuai kehendak tuhan, atau kehidupan seseorang akan berjalan baik dengan memiliki kehidupan abadi dalam wilayah pengada yang lain. Kebaikan yang dipromosikan kaum utility yaitu kebahagiaan atau kesejahteraan, atau kehidupan yang baik adalah suatu kita kejar dalam kehidupan kita sendiri dan dalam kehidupan mereka yang kita cintai.
Kaum utility hanya menuntut bahwa pengejaran kepada kesejahteraan manusia (human welfer) atau kemanfaatannya (utility).
Daya tarik lain tetapi masih berkait adalah ‘konsekuensialisme’ pada paham utility. Konsekuensialisme mengharuskan kita guna melihat apakah tindakan atau kebijaksanaan yang sedang dipersoalkan sungguh-sungguh mengandung kebaikan yang dapat dikenali atau tidak. Konsekuensialisme  mencegan membuat larangan moral yang Nampak seenaknya itu. Konsekuensialisme meminta setiap orang yang mengecam sesuatu sebagai salah secara moral harus menunjukkan sapa yang salah, yakni mereka harus menunjukkan bagaimana kehidupan seseorang menjadi buruk.
Demikian juga, konsekuensialisme mengatakan bahwa sesuatu dapat disebut ‘secara moral baik’ hanya jika ini membuat kehidupan seseorang menjadi baik.
Utilitarianisme dapat dipecah kedalam dua bagian:
a.       Sebuah penilain tentang kesejahteraan manusia.
b.    Sebuah petunjuk untuk memaksimalkan kesejahteraa, yang didefenisikan sebagai, memberikan bobot yang sama pada kesejahteraan orang-perorangan.


Not: untuk marxis dan liberal sedang dalam penulisan, semoga besok bisa di publikasi.. beserta daftar pustakanya. trksh..

Share:

Sunday 11 January 2015

Filsafat Sosialis Utopis

A. JUDUL PENELITIAN
FILSAFAT SOSIALIS UTOPIS
Hasil gambar untuk filsafat sosialis utopis


PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah
Sebelum membahas lebih jauh, perlu di ingatkan bahwa istilah sosialis biasa di lihat dari berbagai sudut pandang, mulai dari falsafah, idiologi, cita-cita, ajaran, gerakan,politik, atau system ekonomi politik. Focus kita adalah pada yang di sebut paling awal yakni falsafah sosialis utopis.

Banyak orang beranggapan bahwa sosialisme identik dengan ajaran Marx (Marxisme). Hal ini keliru, sebab jauh sebelum marx sudah ada pemikiran-pemikiran atau gagasan-gagasan tentang kebersamaan dan kolektivisme. Pembahasan tentang sosialis menurut waktu dibagi kedalam tiga kelompok, yaitu (1) sosialisme sebelum Marx (utopis), (2) sosialisme Marx (marxisme), (3) sosialis sesudah Marx (Deliarnov, 2005).

Gagasan sosialisme yang di kemukakan di atas, mulai dari plato hingga Thomas More, Tomasso, Campenella, Francis Bacon, dan James Hurington di ketegorikan sebagai sosialis utopis. Di katakan demikian sebab pemikiran-pemikiran mereka hanya di tuangkan dalam bentuk idea tau gagasan, tetapi tidak direalisasikan dalam dunia realistas.

Tulisan ini ingin menyampaikan gagasan-gagasan yang di kemukakan oleh para teoritisi sosialis utopis, sehingga menjadi titik tolak teoritisi selanjutnya. Seperti pemikiran Marx dan Enggels yang di anugrahi dari pendahulu sebelumnya. Filsafat sosialis utopis hanya mengemukakan landasan-landasan untuk mengubah pada zaman pertengahan.

Sosialis utopis sendiri berasal dari tulisan yang diambil dari buku Thomas More, Kanselir Inggris di masa pemerintahan Raja Henry VIII yang diterbitkan pada tahun 1816 yang berjudul tentang keadaan negara yang terbaik dan tentang pulau yang baru Utopia. Di pulai Utopia tidak akan ada lagi milik perorangan, hari kerja ditetapkan sampai jam 6 dan baik laki-laki maupun perempuan diwajibkan bekerja. Kewajiban belajar yang umum bagi anak laki-laki maupun perempuan serta kebebasan agama yang mutlak.
  
2. Perumusan Masalah
a.     bagaimana pemikiran sosialis sebelum marx?
b.     Apa saja buah hasil dari pemikiran para filsuf sosialis utopis?
c.     Bagaimana jalannya sosialis utopis menjadi ilmu?
d.     Siapa saja tokoh yang paling di kenang dan apa saja buah pikiran mereka?

3.    Batasan Masalah
Penulis mengambil judul pada penelitian ini adalah Fisafat sosialis utopis

Wilayah yang di teliti meliputi pemikiran-pemikiran yang di kemukakan oleh para filsuf sosialis utopis, sehingga penelitian ini membahas tentang awal pemikiran sosialis sendiri sampai terbentuknya sosialis kelompok. Pemikiran-pemiran yang di hasilkan para sosialis utopis ini yang di bahas dalam penelitian ini.
Sumber informasi:sesuai dengan kebutuhan penelitian suumber yang di gunakan peneliti adalah buku dan media online.

Lokasi penelitian: penelitian ini berlangsun di perpustakaan
Waktu penelitian: meliputi dari awal pengumpulan data hingga selesai menjadi laporan memakan waktu dari tanggal 28 mai - 5 juni 

4.    Tujuan Penelitian
A.    Tujuan Umum:
            penelitian ini bertujuan untuk menguak secara lebar tentang pemikiran-pemikiran sosialis utopis yang hampir tidak pernah kita dengar ketika masih menjalani perkuliahan di jenjang S1,selain hal tersebut penelitian ini juga bertujuan untuk memperkenalkan kembali hasil-hasil para pemikir sosialis utopis, dan dengan tulisan ini agar pemikiran-pemikiran tentang komunis yang negatif dapat pikir ulang karena sosialis bukanlah suatu hal yang selalu kejam seperti di bekas unisoviet namun sosialis juga mengajarkan kita untuk saling membagi dan persamaan hak.

B.    Tujuan Khusus:
a. ingin memberi sebuah sumbangan referensi untuk para pengkaji sosialis utopis.
b. memperkenalkan kembali sosialis yang telah hilang di telinga kita.
c. memberi pencerahan sedikit tentang sosialis

5.    Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian meliputi:
a. menambah ilmu yang di miliki.
b. Mengetahui bahwa sebelum lahirnya system komunis yang di kembangkan oleh Marx terlebih             dahulu sudah di kaji oleh para fisuf dan sarjana politik.
c. Mengenal lebih jauh pemikiran-pemikiran sosialis utopis.
d. Mengetahui secara keilmuan bagaimana proses jalannya sosialisme utopis menjadi ilmu.
e. Untuk menjelaskan kepada khalayah umum bahwa sosialis bukan saja Marx akan tetapi sosialis            mempunyai perkembangan yang cukup lama sejak yunani kuno hingga di aplikasikan oleh
     Lenin.

      SISTEMATIKA PENELITIAN
      JUDUL: FALSAFAH SOSIALIS UTOPIS.

Bab I   :Pendahuluan
Bab ini akan membahas (1) latar belakang masalah, (2) perumusan masalah (3) tinjauan                       penelitian (4) manfaat penelitian (5) pertanyaan penelitian (6) sistematika penelitian

Bab II  :Tinjauan Teoritis
Bab II ini, peneliti akan memaparkan kerangka teori/ tujuan pustaka seperti buku-buku

Bab III :Metode Penelitian
Bab ini membahas (1) lokasi dan waktu penelitian (2) jenis penelitian (3) populasi dan                 sampel (4) teknik pengumpulan data (5) teknik analisis data (6) operasional variable.

Bab IV :Hasil Penelitian Dan Pembahasan
Bab V   :Penutup
Dalam bab ini berisi kesimpulan dan saran

Daftar pustaka
Daftar pustaka merupakan rujukan yang di gunakan peneliti sebagai acuan dasar untuk mengaitkan ide dasar peneliti dengan ide yang telah di terpkan oleh peneliti lain.

D.    TINJAUAN TEORITIS
Dalam bahasan ini tinjauan teoritis yang di jelaskan mencakup falsafah sosialis utopis.


1.      SOSIALIS

Sosialisme adalah suatu cita-cita, suatu ajaran dan suatu pandangan hidup. Akan tetapi Sosialisme adalah pula suatu gerakan untuk mengubah masyarakat hidup bersama, serta kehidupan kita umumnya. Malahan Sosialisme sekarang pun merupakan kekuasaan, kekuasaan di berbagai negeri dan bangsa dimana kaum yang mengaku dirinya sosialis telah berhasil untuk memegang tampuk pemerintahan (syahrir).

Sosialisme adalah untuk sebahagian suatu tujuan dan satu ajaran, satu teori, akan tetapi kita baru akan lengkap mengerti apa yang harus kita pahamkan dengan Sosialisme itu jika kita tambahkan pada pengetahuan teori kita tentang berbagai ajaran Sosialisme, pengetahuan tentang gerakan gerakan Sosialis, tentang praktek dalam perjuangan untuk mencapai Sosialisme (syahrir).

Tujuan Sosialisme umumnya diketahui orang terpelajar, yaitu mencapai suatu masyarakat pada mana rezeki adil dan rata terbagi, suatu masyarakat yang tidak mengenal penghisapan dan penindasan, artinya suatu masyarakat pada mana tiada terdapat orang yang sengsara dan mati kelaparan sedangkan ada pula orang yang lain yang hidup dalam kemewahan dan kekayaan yang berlebihan, suatu masyarakat pada mana tidak terdapat bahwa segolongan kecil orang menguasai kehidupan orang banyak yang lain secara ekonomis ataupun politis. Apalagi suatu masyarakat pada mana segolongan kecil manusia dapat memperkaya diri mereka atas dasar kemiskinan dan kebodohan golongan manusia yang terbesar (syahrir).

Oleh karena itu maka dasar dan jiwa Sosialisme, inti Sosialisme, adalah rasa kemanusiaan, adalahrasa setia kawan kemanusiaan.

 Dasar tuntutan Sosialisme sebenarnya adalah moril (sjahril). Sosialisme memihak pada orang banyak yang miskin serta sengsara serta terbelakang dalam segala segi kehidupan. Sosialisme menentang penindasan, penghisapan serta kesewenangan dari satu golongan kecil yang berkuasa terhadap golongan yang terbesar. Ia berbuat begitu oleh karena Sosialisme berpegang pada keyakinan bahwa pada yang miskin, sengsara dan lemah selalu akan terdapat lebih banyak kebenaran dan kebaikan daripada yang berkuasa dan kaya serta merajalela. Sosialisme berpihak pada yang banyak, yang lemah dan miskin oleh karena kemanusiaan terdiri dari yang banyak itu. Oleh karena itu maka dasar dan jiwa Sosialisme, inti Sosialisme, adalah rasa kemanusiaan, adalah rasa setia kawan kemanusiaan. Hal ini juga benar untuk apa yang kerap menamakan dirinya Sosialisme yang berdasar pada ilmu pengetahuan ataupun Sosialisme Marx Engels.

Atas dasar setiakawan kemanusiaan itu Sosialisme menghen­daki supaya tidak saja rezeki yang diperoleh di antara kemanusiaan itu adil terbagi secara merata, akan tetapi juga bahwa rezeki untuk kemanusiaan itu diusahakan dengan cara setiakawan kemanusiaan, yaitu dengan usaha bersama, atau dengan kata asing dengan carakollektief (Syahrir).

Pemikiran sosialis diinspirasi dari ajaran teori klasik, terutama oleh ajaran nilai kerja dari David Richardo. Marx mencoba menyempurnakan ajaran nilai kerja David Ricardo dengan menggunakan pengertian kerja kemasyarakatan / perusahaan tingkat menengah yang perlu (“gemiddeld maatschappelijk nood-zakelijke arbeid“) di mana dikatakan bahwa nilai barang-barang dibayar dari kerja buruh yang mempunyai tenaga kerja dan semangat kerja menengah dengan menggunakan alat produksi yang diperlukan dalam zaman dia hidup. Dengan membuat berlaku ajaran nilai ini bagi faktor produksi tenaga kerja sampailah Marx pada “ajaran nilai lebih”, suatu ajaran yang sangat banyak mempunyai arti psikologis bagi perjuangan kaum sosialis. Selanjutnya Marx membuat ramalan bahwa kapitalis akan runtuh dengan sendirinya, meskipun demikian Marx menganjurkan untuk mendirikan organisasi politik untuk mempercepat kedatangan Chiliasme.

      A.  SOSIALIS UTOPIS
Kaum Sosialis Utopis menentang organisasi masyarakat yang sudah ada, tetapi tidak dapat menerangkannya, kaum Sosialis Utopis hanya dapat menolaknya sebagai sesuatu yang immoral. Sedangkan Sosialisme yang dikembangkan oleh Marx dan Engels dikenal sebagai “Scientific Socialism” (enggels).

Nama Utopis diambil dari buku Thomas More, Kanselir Inggris di masa pemerintahan Raja Henry VIII yang diterbitkan pada tahun 1816 yang berjudul tentang keadaan negara yang terbaik dan tentang pulau yang baru Utopia. Di pulai Utopia tidak akan ada lagi milik perorangan, hari kerja ditetapkan sampai jam 6 dan baik laki-laki maupun perempuan diwajibkan bekerja. Kewajiban belajar yang umum bagi anak laki-laki maupun perempuan serta kebebasan agama yang mutlak (yohanli).

Kaum klasik mempercayai bahwa apabila setiap orang dibebaskan untuk bertindak mengejar keuntungan individu, maka tanpa disadarinya mereka akan memberikan kontribusi kepada masyarakat, sehingga kaum klasik percaya adanya “invisible hand” yang menuntun, sehingga tercapainya kemakmuran. Kemakmuran tercapai oleh mekanisme pasar yang harmonis secara alamiah sehingga menciptakan keuntungan diantara individu.

Kaum sosialis (“scientific socialism“) sendiri lebih percaya bahwa kemakmuran akan tercapai bila masing-masing individu tidak mengejar keuntungan pribadi akan tetapi memberikan seluruhnya kepada masyarakat sehingga diharapkan seluruh anggota masyarakat dapat menikmati hasil secara merata. Kaum sosialis mengutuk para kapitalis yang dianggap memeras kaum buruh, kaum sosialis menganggap pemerintah yang pro kapitalis tidak akan pernah memperhatikan kesejahteraan kaum proletar, sehingga satu-satunya cara untuk mencapai kemakmuran adalah dengan menumbangkan pemerintahan yang kapitalis dan digantikan oleh pemerintahan baru yang pro dengan buruh. Kaum sosialis tidak percaya bahwa distribusi kekayaan menurut sistem kapitalis dapat bersifat adil bagi masyarakat kebanyakan.

         B. SOSIALIS DAN KOMUNIS

Istilah sosialisme dapat merepresentasikan banyak arti. Selain sistem ekonomi, juga menunjukkan aliran falsafah, ideologi, cita-cita, ajaran-ajaran atau gerakan. Menurut J.S. Mill , secara sempit sosialisme ialah kegiatan menolong orang-orang yang tak beruntung dan tertindas.

Secara luas, sosialisme diartikan sebagai bentuk perekonomian yang pemerintahannya paling kurang bertindak sebagai pihak yang dipercayai oleh seluruh warga masyarakat untuk mengelola perekonomian, termasuk kewenangan untuk menguasai unit produksi yang menyangkut hajat hidup orang banyak dan menghilangkan kepemilikan oleh swasta (Brinton, 1981).

Jadi, sistem ini mengharuskan akan adanya kepemilikan secara kolektif terhadap sumber-sumber produksi. Negara eks Soviet dan Inggris-yang dikuasai oleh partai buruh- dapat dimasukkan ke dalam sistem sosialis.

Bagaimana dengan komunisme?. Karena istilah sosialisme sering muncul bersamaan dengan komunisme. Pada dasarnya istilah komunisme dan sosialisme tidak banyak perbedaannya, bahkan Marx menggunakannya secara bergantian.

Istilah ”komunisme” pertama kali muncul sejak meletusnya revolusi Bolshevik  tahun 1917. Menurut Brinton (1981), sosialisme menggambarkan pergeseran milik kekayaan dari swasta ke pemerintah yang berlangsung secara perlahan-lahan melalui prosedur pemerintah dengan memberikan kompensasi kepada swasta. Sedangkan pada komunisme peralihan kepemilikan dilakukan secara cepat dan paksa tanpa memberikan kompensasi . 

Jadi, walaupun tujuan yang akan dicapai sama, tetapi cara yang digunakan berbeda. Dapat dikatakan bahwa komunisme adalah bentuk sosialisme yang paling ekstrem. Karena untuk mencapai masyarakat komunis yang dicita-citakan diperoleh melalui suatu revolusi. Sistem sosialisme-komunisme sering juga disebut sistem ”perekonomian komando” atau sistem ”ekonomi totaliter”, karena negara mutlak menguasai unit-unit ekonomi. Aliran sebelum Marx ini sering dimasukkan kedalam sosialis, karena pemikirannya yang lebih bersifat utopis (dalam angan-angan) walau ada beberapa tokoh aliran ini yang berusaha untuk mewujudkannya menjadi sebuah kenyataan.

2. SOSIALIS SEBELUM MARX

     a. Sosialis Utopis
Pemikiran sosialis diinspirasi dari ajaran teori klasik, terutama oleh ajaran nilai kerja dari David Richardo. Marx mencoba menyempurnakan ajaran nilai kerja David Ricardo dengan menggunakan pengertian kerja kemasyarakatan / perusahaan tingkat menengah yang perlu (“gemiddeld maatschappelijk nood-zakelijke arbeid“) di mana dikatakan bahwa nilai barang-barang dibayar dari kerja buruh yang mempunyai tenaga kerja dan semangat kerja menengah dengan menggunakan alat produksi yang diperlukan dalam zaman dia hidup. Dengan membuat berlaku ajaran nilai ini bagi faktor produksi tenaga kerja sampailah Marx pada “ajaran nilai lebih”, suatu ajaran yang sangat banyak mempunyai arti psikologis bagi perjuangan kaum sosialis. Selanjutnya Marx membuat ramalan bahwa kapitalis akan runtuh dengan sendirinya, meskipun demikian Marx menganjurkan untuk mendirikan organisasi politik untuk mempercepat kedatangan Chiliasme.

Di lain pihak John Stuart Mill dalam bukunya “Principles of Political Economy” mengatakan keuntungan disebabkan karena buruh memproduksi lebih dari yang dibutuhkan untuk mendukungnya. Alasan kenapa modal menghasilkan keuntungan adalah karena makanan, pakian, material dan alat dapat lebih awet dari waktu yang dibutuhkan untuk memproduksinya. Sehingga keuntungan muncul bukan dari pertukaran, akan tetapi dari kekuatan produktif buruh, bila buruh pada sebuah negara secara kolektif memproduksi 20 persen lebih dari upahnya, maka keuntungan akan menjadi 20 persen. Kaum klasik mempercayai bahwa keuntungan diperoleh bukan dari pemerasan kaum buruh tetapi dari peran pengetahuan, kerja kapitalis dan entrepreneuryang menyediakan hal teknik, pengambilan resiko, kapital yang dibutuhkan serta keahlian manajemen yang diperlukan untuk mengoperasikan usaha yang menguntungkan.

Perbedaan pemikiran antara kedua kubu ini sangat mempengaruhi sistem perekonomian di dunia. Sampai dengan resesi besar pada awal pada tahun 1930-an, teori klasik masih diunggulkan oleh sebagian besar ilmuwan ekonomi. Semenjak terjadinya resesi besar, ternyata mekanisme pasar tidak dapat mengangkat perekonomian dari krisis ekonomi. Selanjutnya muncul aliran pemikiran baru yang dipelopori oleh JohnMaynard Keynes, yang mencoba memperbaiki pemikiran ekonomi dengan mengambil ide dari pemikiran kaum klasik dan pemikiran kaum sosialis. Sampai di sini pemikiran ekonomi terbagi menjadi tiga aliran besar, yaitu aliran klasik dengan pemikiran kebebasan pasar, aliran sosialis yang meyakini bahwa mekanisme pasar adalah suatu kejahatan kaum kapitalis, dan aliran keynes yang menggabungkan kedua pemikiran kaum klasik dan sosialis.

Pergelutan pemikiran ekonomi masih belum selesai sampai pada saat ini. Sebelum sampai pada pembahasan mengenai pemikiran Keynes, dalam makalah ini hanya akan dibahas mengenai perbedaan pemikiran antara kaum klasik dan kaum sosialis.

Sosialisme terbagi menjadi 2 aliran yaitu aliran Sosialis Utopis dan aliran “Scientific Socialism.” Engels menjelaskan bahwa kaum Sosialis Utopis menentang organisasi masyarakat yang sudah ada, tetapi tidak dapat menerangkannya, kaum Sosialis Utopis hanya dapat menolaknya sebagai sesuatu yang immoral. Sedangkan Sosialisme yang dikembangkan oleh Marx dan Engels dikenal sebagai “Scientific Socialism.”

Kaum Utopis menggambarkan masyarakat yang diidam-idamkan atau dengan menciptakan suatu masyarakat percontohan dengan mendirikan perkampungan. Kaum Utopis percaya bahwa keadaan masyarakat pada umumnya dapat diperbaiki.

Nama Utopis diambil dari buku Thomas More, Kanselir Inggris di masa pemerintahan Raja Henry VIII yang diterbitkan pada tahun 1816 yang berjudul tentang keadaan negara yang terbaik dan tentang pulau yang baru Utopia. Di pulai Utopia tidak akan ada lagi milik perorangan, hari kerja ditetapkan sampai jam 6 dan baik laki-laki maupun perempuan diwajibkan bekerja. Kewajiban belajar yang umum bagi anak laki-laki maupun perempuan serta kebebasan agama yang mutlak.

Francis Bacon menulis buku Nova Atlantis (1623). Francis Bacon berpendapat bahwa masyarakat yang diidam-idamkan adalah saat orang-orannya memiliki keinsyafan yang sempurna dalam hukum-hukum alam, segala kebodohan, kejahilan dan prasangka sudah ditaklukan.

Thomas Carpanella dalam bukunya berjudul negara Surya (Civitas Solis) mengetengahkan persoalan sosial. Seperti tulisan More yang menganjurkan pendidikan yang sama antara anak laki-laki dan perempuan sebagai salah satu syarat untuk mendirikan masyarakat yang lebih baik, akan tetapi menurut Carpanella, keluarga tidak menjadikan dasar pendidikan yang baik bagi masyarakat, oleh karena itu di dalam negara Surya, setelah anak berumur 3 tahun harus diserahkan kepada negara. Jika segalanya menjadi milik bersama, maka dalam 1 hari sudah cukup bekerja selama 4 jam saja setiap orang dan tidak perlu ada lagi budak belian.

James Harrington pada sekitar abad ke-17 menerbitkan buku “Oceana“. Harrington dianggap sebagai perintis materialisme historis, karena hendak menerangkan organisasi negara dari fakta-fakta materi (zat), yakni dari cara pembagian tanah. Jika tanah menjadi milik satu orang maka disebut monarchi, bila tanah terbagi di antara beberapa orang disebut aristokrasi (pemerintahan kaum ningrat). Sedangkan dalam demokrasi setiap orang mempunyai sebidang tanah. Vairasse d’Allais menggambarkan dalam Historie des Sevarambes (1680) suatu negara sebagai negara cita-cita yang semua tanah dan juga semua hak milik menjadi kepunyaan negara. Abbe Morelly memandang dalam bukunya Code de la Nature (1755) milik perseorangan itu sebagai sumber segala ketidak adilan kemasyarakatan.

Selama revolusi Perancis, Gracchus Babeuf dalam surat kabar Tribune du Peuple membela paham seperti dikemukakan Morelly. Dalam pendapatnya direncanakan penghapusan hak milik perseorangan. Dalam hal ini juga dihapuskan warisan dan selanjutnya orang-orang secara sukarela boleh menyerahkan milik mereka kepada negara. Pembagian yang tepat daripada kemakmuran atas semua golongan penduduk, akan mengakibatkan bahwa setiap orang hanya beberapa jam saja bekerja sehari.

Pieter Corneliszoon Plockhoy pada tahun 1659 mengeluarkan rencana pembaharuan sosial di Inggris. Dalam pokok pikirannya, Plockhoy menganjurkan mendirikan suatu masyarakat yang lebih baik di Amerika Utara. Pendapat Plochoy yang disambut oleh Marx adalah rencana mendirikan koloni-koloni yang di dalamnya orang bekerja sama untuk tujuan bersama dan hasilnya dibagi-bagi di antara penduduk koloni tersebut. Dalam hal ini, modal merupakan milik bersama.

R. Owen termasyur karena propagandanya untuk mendirikan koperasi konsumsi. Salah satu hasil nyata Owen adalah “Rochdale Society of Equitable Pioneers” pada tahun 1844. Koperasi ini didirikan oleh sekitar 40 orang buruh pabrik tenun. Mereka mengumpulkan modal sebesari £ 28, dan setiap minggu menyetor uang sebesar 2 pence. Koperasi konsumsi yang pertama berkembang menjadi badan usaha yang besar dan kuat dan memperoleh pengikut tidak hanya di Inggris tetapi juga di negara lain.

Usaha Owen untuk mempraktikkan ajaran nilai dengan mendirikan sebuah “National Equitable LabourExchange” suatu gudang, di mana tiap orang boleh membawa hasil-hasil yang dibuatnya dan kemudian dipertukarkan atas dasar jumlah kerja yang dipergunakan masing-masing. Usaha ini gagal karena kecurangan dalam menaksir nilai barang. Koloni yang didirikan di Amerika yang disebut “New Harmony” kandas karena perselisihan penduduk di koloni yang bersangkutan. Selama Owen yang memimpin sendiri pabriknya, semua berjalan baik, tetapi setelah hendak melaksanakan cita-citanya dalam masyarakat timbul kesulitan-kesulitan.

Di Israel berkembang Zionisme yang diambil dari Chiliasme dan berkembang di negara tersebut. Mereka mendirikan koloni yang berhasil baik dan mendasarkan atas koperasi yang sosialistik (Kibbutz).

Golongan Utopis sendiri digolongkan menjadi tiga kelompok:
          1. Para penulis roman yang menggambarkan cita-cita dunia baru.
          2. Para pendiri koloni yang ingin mempraktekkan masyarakat sosialis.
          3.  Para ahli ekonomi yang melalui analisis ekonominya mengusulkan perubahan radikan di                     dalam  masyarakat. Tokohnya adalah Henri de Saint Simon, Charles Fourier, Louis Blanc,                   Piere Joseph Proudhon dan Edward Bellamy.

Saint Simon membela dalil, bahwa semua anggota masyarakat harus bekerja untuk perbaikan hidup kesusilaan dan jasmani orang miskin dan bahwa masyarakat harus menyusun diri untuk dapat mencapai maksud ini (Nouveau Christianisme, 1852). Menurut Saint Simon, mengupah buruh menurut kesanggupannya bukan menurut kebutuhannya.

Charles Fourier mengemukakan rencana agar orang dikumpulkan dalam rombongan yang ditempatkan dalam sebuah rumah perkumpulan dari kurang lebih 1500 orang yang disebut FALANX (Nouveau Monde Industriel et Socetaire, 1829). Mereka akan berdiam bersama dalam “Phalansteres” di mana mereka akan berproduksi dan berkonsumsi atas dasar koperasi. Dalam hal ini Fourier menilai bahwa masing-masing warga masyarakat mempunyai hak bekerja dan mereka harus dihindarkan dari kebosanannya (monotonie). Oleh karena itu di dalam Phalansteres pekerjaan sifatnya berubah-ubah. Dalam Phlansteres tiap orang akan mendapat sebagian, yang memungkinkan dia memenuhi kebutuhan hidupnya, yang lainnya akan dibagikan antara kerja, modal, dan keahlian (kecakapan) dengan cara berturut-turut 5/12, 4/12, 3/12.

Di Perancis didirikan Phalansteres tapi gagal karena kekurangan modal. Di Amerika Serikat antara tahun 1840-1850 tidak kurang 40 Phalansteres didirikan melalui propaganda Albert Brisbane, antara lain Brook Farm di Massachusetts. Tetapi percobaan ini gagal.

Louis Blanc dalam bukunya Organisation du Travail (1839) membela hak atas kerja. Louis Blanc mengusulkan mendirikan “Ateliers Socaiaux” yaitu pabrik-pabrik yang dipimpin oleh negara, para pekerja mendapat upah yang pantas dan bagian dalam keuntungan. Oleh karena produktifitas pekerja karena mendapatkan bagian keuntungan diharapkan Alterliers Sociaux ini menang dalam persaingan. Sehingga lambat laun perusahaan swasta akan sukarela minta diubah menjadi ateliers sociaux. Sewaktu Louis Blanc duduk dalam pemerintahan revolusioner Perancis pada tahun 1848, didirikanlah ateliers nationaux. Tetapi kegiatan ini gagal karena sabotase, para buruh disuruh mengerjakan pekerjaan yang tidak produktif.

Pendapat Piere Joseph Proudhon agak berbeda dengan tokoh sosialis lainnya, Piere Joseph Proudhon tidak berpendapat bahwa milik perseorangan adalah sumber segala kejahatan. Pemerasan dapat dihindarkan jikalau ada sebuah bank sirkulasi yang memberi kredit dengan cuma-cuma ini akan melenyapkan segala pembedaan pertetangan kelas dan membuat adanya negara tidak perlu. Proudhon ingin membentuk masyarakat kolektif yang bebas atas dasar pembagian kerja. Proudhon melahirkan salah satu paradox yakni “Anarchi“, tujuan kemajuan masyarakan bebas ialah membuat negara tidak perlu. Bentuk tertinggi daripada pemerintahan ialah “Harmoni Anarchi” dan ketertiban. Proudhon adalah yang pertama, yang menuju anarchi tidak sebagai tindakan revolusioner, tetapi sebagai bentuk tertinggi daripada organisasi sosial.

Edward Bellamy, seorang ahli ekonomi utopis, menulis buku Looking Backward pada tahun 1887, dalam negara cita-citanya terdapat kewajiban bekerja dari 21 sampai 45 tahun. Pekerjaan-pekerjaan yang kurang enak dilakukan dalam waktu pendek dibandingkan dengan pekerjaan-pekerjaan yang menyenangkan. Dari hasil yang dibuat setiap orang akan dibagi sama rata. Sedangkan upah tidak tergantung dari jumlah barang yang dihasilkan, tetapi semata-mata ditetapkan oleh tenaga-tenaga yang dipergunakan di mana untuk tenaga yang sama diberi upah yang sama. Setiap penduduk pada permulaan tahun dikreditkan dalam buku besar nasional untuk bagiannya dalam pendapatan masyarakat. Pada akhir tahun dikurangkanlah dari sini apa yang diterimanya dari persediaan negara untuk memenuhi kebutuhannya.

Penyempurnaan ajaran nilai kerja oleh Richardo membuahkan ajaran nilai lebih oleh Marx. Menurut teori ini para kapitalis melakukan pencurian terhadap kaum buruh.

Marx menjelaskan bahwa para kapitalis ingin memperlihatkan kepada para buruh yang tidak memiliki apa-apa selain dari tenaga kerjanya seakan-akan dibayar penuh sebanding dengan nilai tukarnya, sedangkan para kapitalis memegang nilai pakai. Sebagai ganti rugi atas penggunaan tenaga kerjanya, buruh memperoleh upah untuk memelihara kehidupan dan keluarganya. Tetapi dikarenakan kekuasaan hukum harga, para buruh tidak mungkin memperoleh ganti rugi penggunaan tenaga kerjanya secara penuh. Sehingga nilai pakai semakin naik daripada nilai tukar. Pendapat ini bertentangan dengan pendapat Mill.

       b.  Sosialis Komunitas
Beberapa penggagas koperasi adalah kaum sosialis utopia seperti Robert Owen, Saint Simon, Charles Fourier, dan anarkhis Perancis Pierre Joseph Proudhon. Ide gerakan koperasi dibawa dari Inggris ke berbagai wilayah lain selama abad ke-19 sebagai konsekuensi dari Industrial Revolution yang merombak tatanan sosial-ekonomi-politik. Selama pertengahan hingga akhir 1800-an, bisnis koperasi dikembangkan berdasarkan Rochdale Principles (1844).2) Kaum sosialis utopia inilah yang memandang perubahan ke masyarakat sosialis dapat dilakukan dengan diam-diam melalui reformasi di dalam masyarakat kapitalis itu sendiri.

Karl Marx meringkas pemikiran kaum sosialis utopia ini melalui kritiknya terhadap Proudhon, penulis What is Property?, yaitu: “…Proudhon, on the one hand, criticizes society from the standpoint and with the eyes of a French small-holding peasant (later petty bourgeois) and, on the other, applies the measuring rod he had inherited from the Socialists.”3) 

Lebih lanjut, menurut Marx: “from the Socialist he borrows the illusion that in poverty there is nothing to be seen but poverty (instead of seeing in it the revolutionary, subversive aspect which will overthrow the old society).”4) 

Pada awalnya mereka membangun lembaga-lembaga sosial khususnya untuk menolong orang sakit, para alkoholis dsb. Bermunculan lah koperasi. Secara prinsip, kolektif dibangun untuk saling berbagi dan meratakan kesejahteraan di antara sesama anggota. Motto mereka adalah ‘keeping our money working in our community.’ Ide ini untuk membangun komunitas yang memungkinkan adanya hak-hak yang sama (equal rights) sebagai produsen, sekaligus konsumen demi kemajuan komunitas mereka. 

Meskipun berawal dari Inggris, mungkin negeri yang saat ini cukup berhasil mengembangkan aktivitas koperasinya adalah Kanada (di samping Spanyol dengan Mondragon-nya yang legendaris).
Di Kanada terdapat 489 grup koperasi–jumlah terbesar terletak di Propinsi Quebec, meliputi 380 grup. 

Sejarah koperasi di Kanada dimulai sekitar 1900 ketika pertama kali dibangun credit union. Kemudian pada 1909, beberapa koperasi di Ontario dan Nova Scotia bergabung membentuk Cooperative Union of Canada guna membantu pengembangan koperasi. Setelah Perang Dunia I, para imigran Eropa yang telah memiliki pengalaman panjang berkoperasi mengembangkannya di Kanada; imigran Eropa Timur di New York; imigran Finlandia ke Upper Midwest dan New England; dan para Bohemian di Ohio dan Pennsylvania memulai langkah-langkahnya dengan koperasi-koperasi grosir supermarket (wholesale) dan pengembangan kompleks perumahan; pada saat yang sama bertumbuhan pula koperasi-koperasi pertanian (farmers’ cooperatives) dari Nova Scotia hingga British Columbia, dan dari New England hingga California. 

The Cooperative League of the USA (sekarang disebut National Cooperative Business Association) diorganisir dalam tahun 1916 oleh sekelompok aktivis koperasi konsumen New York. Di tahun 1940an lembaga ini telah menjadi organisasi payung dari seluruh negara bagian, memberikan saran dan mempromosikan usaha-usaha koperasi. Kelompok-kelompok pendukung lainnya termasuk American Institute of Cooperation dan The Cooperative Housing Foundation of Canada, berperan sebagai penghubung antara koperasi-koperasi lokal dengan pemerintah pusat. Di tahun 1920-an bisnis koperasi meluas ke banyak sektor ekonomi khususnya jasa keuangan. Antara 1920 dan 1925, misalnya, jumlah credit union di AS meningkat duakali; antara 1925 dan 1930 meningkat tigakali. 

Pembangunan koperasi berlanjut selama 1930an dan 1940an khususnya tantangan yang muncul dari resesi dunia 1930 dan ambruknya ekonomi sehabis perang. Agen-agen pemerintah mendukung melalui kebijakan yang menguntungkan dan membiayai program-program koperasi. Koperasi-koperasi pertanian membantu para petani bertahan dari depresi, dan koperasi penyediaan listrik desa membelanjakan listrik untuk hampir setengah juta keluarga-keluarga AS di 42 negara bagian. Di kota-kota, koperasi membantu mewujudkan perumahan untuk rakyat selama waktu setelah perang. 

Konsentrasi dalam pembangunan koperasi sebagai salah satu tulang punggung ekonomi rakyat ini dilakukan sebagai langkah yang harus diambil mengingat di saat yang sama negeri-negeri baru sosialis bermunculan di Eropa. Pemerintah AS sangat membantu pemulihan kembali perekonomian Eropa seusai perang melalui Marshall Plan-nya (1948) sebagai cara menyetop derasnya pertumbuhan negeri-negeri sosialisme di Eropa Timur ciptaan Joseph Stalin. 

Demikian, koperasi ikut berperan dalam meluaskan sektor-sektor ekonomi AS dan Kanada. Sekitar 90 juta dari 235 juta warga AS dan 10 dari 25 juta warga Kanada menjadi anggota koperasi. Koperasi Kanada mempekerjakan lebih dari 70.000 orang dan memiliki kekayaan lebih dari 45 milyar dollar. Sedang di AS, koperasi memiliki kekayaan lebih dari 73 milyar dollar AS. 

Aliansi Koperasi Internasional (The International Co-operative Alliance), berpusat di Genewa, Swiss, beranggotakan organisasi-organisasi dan afiliasi di 66 negeri di Amerika Utara dan Selatan, Eropa, Afrika, India, Asia dan Australia. Koperasi-koperasi ini banyak yang bekerja dalam perdagangan dan pembangunan internasional. 

Beragam kolektif bisnis seperti pertanian, pengolahan kayu dan hutan, distribusi pangan, pembangunan perumahan, manufaktur, per-bank-an, per-kredit-an, pabrik roti, percetakan, toko buku, jasa periklanan, kerajinan tangan, biro perjalanan, turisme, green house (rumah akrab lingkungan), penitipan anak, pabrik garrmen, jasa taksi, penggilingan, restoran, konstruksi, siaran radio, dan sebagainya cukup eksis dan dapat diandalkan sebagai lembaga ekonomi di masyarakat. Mereka pun mempunyai pusat-pusat studi dan pengembangan, di beberapa universitas terdapat jurusan yang khusus disiapkan untuk memikirkan masa depan koperasi. 

Sebagai sebuah bisnis tentu saja koperasi berorientasi mencari laba. Sebagai suatu bisnis, di dalam masyarakat kapitalis mereka harus siap bersaing untuk mendapatkan pembeli. Ini tidak mudah. Untuk itu, sebagai misal, beberapa koperasi pertanian dan manufaktur di India, Meksiko (khususnya di Mondragon), dan partner koperasi distribusi mereka di Eropa, Amerika dan Kanada memperkenalkan kembali barang-barang yang diproduksi dan dimanufaktur tanpa diuji-cobakan terhadap hewan, atau tidak mengandung zat kimia, dan untuk produk-produk pertanian mereka mempromosikan produk-produk organik (sayur, buah, beras, dsb.), yang tidak menggunakan pupuk kimia produk pabrik. Ini menjadi strategi dalam menarik pembeli, mengingat isu lingkungan menjadi cukup penting dalam dasawarsa-dasawarsa belakangan ini. Dengan cara ini, koperasi produksi barang-barang organik dapat menguak pangsa pasarnya sendiri yang sebelumnya telah dikuasai big business (monopoli) swasta. Memungkinkan mereka dapat bersaing dengan produksi non-koperasi, meskipun kadangkala harga jual produk-produk koperasi sedikit lebih mahal dari non-koperasi. Masyarakat umum percaya bahwa koperasi menawarkan hidup lebih sehat.


3 : Perkembangan Sosialisme Dari Utopi Menjadi Ilmu
Sosialisme modern pada hakekatnya adalah, di satu pihak, produk langsung dari pengakuan atas antagonisme-antagonisme kelas yang ada di dalam masyarakat sekarang antara kaum pemilik dengan kaum bukan-pemilik, antara kaum kapitalis dengan kaum buruh-upahan; di lain pihak, dari pengakuan atas anarki yang ada di dalam produksi. Tetapi, dalam bentuk teorinya, Sosialisme modern semula nampaknya seolah-olah sebagai perluasan yang lebih logis dari prinsip-prinsip yang diletakkan oleh ahli-ahli filsafat besar Perancis abad ke-18. Seperti setiap teori yang baru, Sosialisme modern juga mula-mula harus menghubungkan diri dengan persediaan-barang intelek yang telah tersedia, betapapun juga dalamnya akar-akarnya itu terletak di dalam fakta-fakta ekonomi materiil.

        a. Perkembangan awal
Orang-orang besar, yang di Perancis mempersiapkan pikiran orang-orang untuk revolusi yang mendatang, itu sendiri adalah kaum revolusionis yang ekstrim. Mereka tidak mengakui otoritet luar macam apapun juga. Agama, ilmu alam, masyarakat, lembaga-lembaga politik — segala-galanya kena kritik yang paling tidak kenal belas kasihan: semuanya harus membuktikan hak hidupnya di muka pengadilan akal atau melepaskannya. Akal menjadi satu-satunya ukuran bagi segala-galanya. Ini adalah masa ketika, seperti kata Hegel, dunia berdiri di atas kepalanya; pertama dalam arti bahwa kepala manusia, dan prinsip-prinsip yang dicapai oleh pikirannya, dikatakan sebagai dasar dari segala tindakan dan pergaulan manusia; tetapi kemudian, juga dalam arti yang lebih luas bahwa realitet yang bertentangan dengan prinsip-prinsip ini, sebenarnya, harus dijungkirbalikkan.

Setiap bentuk masyarakat dan pemerintah yang ada pada waktu itu, setiap gagasan lama yang tradisionil dibuang ke dalam gudang barang rombengan sebagai tidak rasionil; dunia hingga kini telah membiarkan dituntun semata-mata oleh prasangka-prasangka; segala sesuatu di masa lampau hanya patut dikasihani dan dicemoohkan. Kini, untuk pertama kalinya, menyingsing fajar, kerajaan akal; mulai sekarang takhayul, ketidakadilan, hak istimewa, penindasan, harus diganti dengan kebenaran abadi, keadilan abadi, persamaan berdasarkan Alam serta hak-hak manusia yang tak dapat diganggu-gugat.

Kita sekarang tahu bahwa kerajaan akal ini tidak lebih daripada kerajaan borjuasi yang diidealisasi; bahwa Keadilan abadi ini menemukan realisasinya dalam peradilan borjuis; bahwa persamaan ini telah memerosotkan diri pada persamaan borjuis di muka undang-undang; bahwa hak milik borjuis telah diproklamasikan sebagai salah satu hak hakiki manusia; dan bahwa pemerintahan akal, Kontrak Sosial Rousseau, telah dan hanya bisa lahir sebagai suatu republik borjuis demokratis. Ahli pikir-ahli pikir besar abad ke-18, seperti juga pendahulu-pendahulu mereka, tidak dapat melampaui batas-batas yang diletakkan pada mereka oleh zaman mereka.

Tetapi, berdampingan dengan antagonisme di antara kaum ningrat feodal dengan kaum wargakota, yang menyatakan mewakili seluruh masyarakat yang selebihnya, terdapat antagonisme umum antara kaum penghisap dengan kaum terhisap, antara orang-orang kaya yang tak bekerja dengan kaum buruh yang miskin. Justru keadaan inilah yang memungkinkan wakil-wakil borjuasi mengajukan diri sebagai mewakili bukan satu kelas khusus, melainkan seluruh umat manusia yang menderita. Lebih lanjut lagi. Dari sejak lahirnya borjuasi dibebani oleh antitesanya: kaum kapitalis tidak bisa ada tanpa kaum buruh-upahan dan, dengan makin berkembangnya wargakota-gilda zaman pertengahan menjadi borjuis modern, maka tukang-pembantu gilda dan buruh-harian di luar gilda-gilda berkembang menjadi proletar. Dan meskipun, pada umumnya, dalam perjuangan mereka melawan kaum ningrat borjuasi dapat menyatakan mewakili dalam pada itu juga kepentingan-kepentingan berbagai kelas buruh pada periode itu, namun di dalam setiap gerakan borjuis yang besar terdapat letusan-letusan bebas dari kelas itu yang merupakan pelopor, yang sedikit atau banyak maju, dari proletariat modern. Misalnya, kaum Anabaptis danThomas Münzer pada masa Reformasi Jerman dan Perang Tani; kaum Leveller dalam Revolusi besar Inggris; Babeuf, dalam Revolusi besar Perancis.

Ada pernyataan-pernyataan teori yang sesuai dengan pemberontakan-pemberontakan revolusioner ini dari suatu kelas yang belum berkembang; dalam abad-abad ke-16 dan ke-17, gambaran-gambaran utopis tentang keadaan-keadaan sosial yang dicita-citaka; dalam abad ke-18, teori-teori Komunis yang betul-betul (Morely dan Mably). Tuntutan akan persamaan tidak lagi terbatas pada hak-hak politik; ia diperluas juga sampai pada syarat-syarat sosial individu-individu. Bukan hanya hak-hak istimewa kelas saja yang harus dihapuskan, tetapi juga perbedaan-perbedaan kelas itu sendiri. Suatu Komunisme, yang bersifat ketapaan, yang menolak semua kesenangan hidup, yang bersifat Spartan, adalah bentuk pertama dari ajaran baru itu. Kemudian muncul tiga orang Utopis besar: Saint-Simon, yang baginya gerakan kelas-tengah, berdampingan dengan gerakan proletar, masih mempunyai arti tertentu; Fourier; dan Owen, yang di negeri di mana produksi kapitalis sangat maju, dan di bawah pengaruh antagonisme-antagonisme yang dilahirkannya, mengembangkan usul-usulnya untuk menghilangkan perbedaan kelas secara sistematis dan dalam hubungan langsung dengan materialisme Perancis.

Satu hal adalah sama bagi semua ketiga-tiganya. Tidak satupun dari mereka itu tampil sebagai wakil kepentingan-kepentingan proletariat yang sementara itu telah dihasilkan oleh perkembangan sejarah. Seperti ahli-ahli filsafat Perancis, mereka tidak menyatakan akan membebaskan suatu kelas tertentu mula-mula, tetapi seluruh umat manusia sekaligus. Seperti mereka, ketiga tokoh itu juga ingin mendatangkan kerajaan akal dan keadilan abadi, tetapi kerajaan ini, menurut hemat mereka, adalah jauh dari kerajaan ahli-ahli filsafat Perancis, sama jauhnya seperti dari bumi ke langit.

Karena, bagi ketiga pembaru sosial kita itu, dunia borjuis, yang berdasarkan prinsip-prinsip para ahli filsafat ini, adalah sangat tidak rasionil dan tidak adil dan, oleh karenanya, menemukan jalannya ke lubang sampah sama sangat gampangnya seperti feodalisme dan semua tingkat masyarakat yang terdahulu. Jika akal murni serta keadilan sampai sekarang belum memerintah dunia, hal ini hanya karena manusia belum memahaminya secara benar. Apa yang dibutuhkan ialah seorang zeni yang kini telah muncul dan yang memahami kebenaran. Bahwa ia kini telah muncul, bahwa kebenaran kini telah dimengerti dengan jelas, bukanlah suatu kejadian yang tak dapat dielakkan, yang menurut keharusan di dalam rangkaian perkembangan sejarah, melainkan hanyalah suatu kejadian secara kebetulan yang menggembirakan. Ia bisa juga dilahirkan 500 tahun lebih cepat dan dengan demikian telah dapat menyelamatkan umat manusia 500 tahun lamanya dari kesalahan, perjuangan dan penderitaan.

Kita telah melihat bagaimana ahli-ahli filsafat Perancis dari abad ke-18, pelopor-pelopor Revolusi, menarik perhatian orang kepada akal sebagai satu-satunya hakim dari semua yang ada. Suatu pemerintah yang rasionil, masyarakat yang rasionil, harus didirikan; segala sesuatu yang berlawanan dengan akal yang abadi harus ditiadakan dengan tak kenal belas kasihan. Kita melihat pula bahwa akal yang abadi ini pada hakekatnya tidaklah lain daripada pengertian yang diidealisasi dari wargakota abad ke-18, yang ketika itu sedang berkembang menjadi borjuis. Revolusi Perancis telah melaksanakan masyarakat dan pemerintah yang rasionil ini.

Tetapi keadaan yang baru itu, yang cukup rasionil jika dibanding dengan keadaan-keadaan yang terdahulu, ternyata sekali-kali tidak rasionil secara absolut. Negara yang berdasarkan akal itu sama sekali ambruk. Kontrak Sosial Rousseau telah menemukan pelaksanaannya dalam Pemerintahan Terror, dari mana borjuasi, yang telah kehilangan kepercayaan kepada kesanggupan politik mereka sendiri, telah mencari tempat berlindung mula-mula pada pengkorupsian Direktorat dan, akhirnya, di bawah sayap despotisme Napoleontis. Perdamaian abadi yang dijanjikan berubah menjadi perang penaklukkan yang tiada akhirnya. Masyarakat yang berdasarkan akal ternyata tidak lebih baik. Antagonisme antara kaya dan miskin, bukannya lebur menjadi kemakmuran yang umum, malahan telah menjadi diperhebat dengan dihapuskannya hak-hak istimewa gilda dan hak-hak istimewa lainnya, yang hingga batas-batas tertentu telah menjembataninya, dan dengan ditiadakannya lembaga-lembaga amal dari Gereja, “Kemerdekaan milik” dari belenggu-belenggu feodal, yang kini sungguh-sungguh telah tercapai, ternyata bagi kaum kapitalis kecil dan kaum pemilik kecil merupakan kemerdekaan untuk menjual milik mereka yang kecil, yang tergilas di bawah persaingan yang menguasai dari kapitalis-kapitalis besar dan tuan-tuan tanah biasa, kepada tuan-tuan besar ini dan, dengan begitu, bagi kapitalis-kapitalis kecil dan pemilik-pemilik tani kecil, menjadi “kemerdekaan dari milik”.

 Perkembangan industri atas dasar kapitalis membuat kemiskinan dan kesengsaraan massa pekerja menjadi syarat-syarat bagi hidupnya masyarakat. Pembayaran tunai, menurut kata-kata Carlyle, kian lama kian menjadi satu-satunya pertalian antara manusia dengan manusia. Jumlah kejahatan meningkat dari tahun ke tahun. Dulu, kejahatan-kejahatan feodal secara terang-terangan berjalan dengan gagahnya di siang hari cerah; sekarang meskipun tidak dibasmi, setidak-tidaknya kejahatan-kejahatan itu telah didesak ke belakang. Sebagai gantinya, kejahatan-kejahatan borjuis yang selama ini dilakukan dengan sembunyi-sembunyi, mulai berkembang mekar dengan semakin subur lagi.

Perdagangan kian lama kian menjadi bersifat penipuan. “Persaudaraan” dari semboyan revolusioner dilaksanakan dalam penipuan dan kongkruensi dari pergulatan persaingan. Penindasan dengan kekerasan telah diganti dengan penyuapan; pedang, sebagai pengungkit kemasyarakatan yang pertama, diganti dengan emas. Hak malam pertama telah diserahkan dari tuan-tuan feodal kepada tuan-tuan pabrik borjuis. Pelacuran meningkat hingga batas yang belum pernah terdengar sebelumnya. Perkawinan itu sendiri, seperti dulu, tetapi merupakan bentuk pelacuran yang diakui menurut undang-undang, jubah resmi pelacuran, dan lagipula, ditambah dengan panen perzinahan yang tumpah-ruah.

Pendek kata, dibanding dengan janji-janji yang bagus-bagus dari para ahli filsafat, lembaga-lembaga sosial dan politik yang lahir dari “kemenangan akal” itu merupakan karikatur-karikatur yang pahit mengecewakan. Yang kurang ialah orang-orang yang untuk merumuskan kekecewaan ini, dan mereka muncul pada pergantian abad. Dalam tahun 1802 surat-surat Jenewa dari Saint-Simon terbit; dalam tahun 1808 keluarlah karya pertama Fourier; meskipun dasar teorinya mulai sejak dari tahun 1799; pada 1 Januari 1800, Robert Owen mengambil pimpinan New Lanark.

Akan tetapi, pada waktu itu cara produksi kapitalis, dan bersama dengannya antagonisme antara borjuasi dengan proletariat, masih berkembang dengan sangat tidak sempurnanya. Industri Modern, yang baru saja timbul di Inggris, masih belum dikenal di Perancis. Tetapi Industri Modern, di satu pihak, mengembangkan bentrokan-bentrokan yang membikin suatu revolusi di dalam cara produksi menjadi mutlak perlu, serta peniadaan wataknya yang kapitalis — bentrokan-bentrokan tidak hanya di antara kelas-kelas yang dilahirkan olehnya, tetapi juga antara tenaga-tenaga produktif dengan bentuk-bentuk pertukaran itu sendiri yang diciptakannya. Dan, di pihak lain, ia mengembangkan di dalam tenaga-tenaga produktif yang raksasa itu sendiri alat-alat untuk mengakhiri bentrokan-bentrokan ini.

Karena itu jika pada sekitar tahun 1800 konflik-konflik yang timbul dari susunan kemasyarakatan yang baru itu baru saja mulai mengambil bentuk, maka hal ini berlaku lebih sepenuhnya lagi bagi alat-alat untuk mengakhirinya . Massa “yang tidak mempunyai apa-apa” di Paris selama Pemerintahan Teror telah mampu untuk sebentar memegang kekuasaan, dan dengan demikian memimpin revolusi borjuis ke arah kemenangan bertentangan dengan kehendak borjuasi itu sendiri. Tetapi, dengan berbuat demikian, mereka hanya membuktikan betapa tidak mungkinnya bagi kekuasaan mereka untuk bertahan di bawah syarat-syarat yang terdapat ketika itu. Proletariat, yang pada waktu itu untuk pertama kalinya mengembangkan diri dari massa “yang tidak mempunyai apa-apa” ini sebagai inti dari suatu kelas baru, masih sama sekali belum mampu menjalankan aksi politik yang bebas, tampil sebagai kaum yang tertindas, yang menderita, yang baginya, dalam ketidaksanggupannya untuk menolong diri sendiri, bantuan bisa didatangkan paling banter dari luar atau dari atas.

Situasi sejarah demikian ini juga menguasai pendiri-pendiri Sosialisme. Teori-teori yang belum matang bersesuaian dengan syarat-syarat produksi kapitalis yang belum matang dan syarat-syarat kelas yang belum matang. Pemecahan masalah-masalah sosial, yang masih tersembunyi di dalam syarat-syarat ekonomi yang belum berkembang, diusahakan oleh kaum utopis untuk mengembangkannya dari otak manusia. Masyarakat menyajikan tidak lain kecuali ketidakadilan; untuk menghilangkan ketidakadilan-ketidakadilan ini adalah tugas akal. Maka itu perlu menemukan suatu sistem susunan kemasyarakatan yang baru dan lebih sempurna serta mendesakkannya kepada masyarakat dari luar dengan propaganda dan, di mana mungkin, dengan teladan percobaan-percobaan yang bisa dijadikan model. Sistem-sistem kemasyarakatan yang baru ini ditakdirkan sebagai utopis; semakin lengkap sistem-sistem ini dikerjakan secara merinci, semakin tidak mungkin mereka mengelakkan diri hanyut ke dalam fantasi-fantasi belaka.

Sekali fakta-fakta ini ditetapkan, kita tidak perlu membicarakan lebih lama lagi segi ini dari masalah tersebut, yang kini sama sekali sudah termasuk masa lampau. Kita dapat menyerahkannya kepada orang-orang literer kecil untuk dengan khidmat beradu lidah mengenai fantasi-fantasi ini, yang kini hanya membuat kita tersenyum, dan untuk menggembar-gemborkan keunggulan daya-berpikir mereka sendiri yang gundul jika dibanding dengan “kegilaan” semacam itu. Bagi kita sendiri, kita bergembira atas pikiran-pikiran dan benih-benih pikiran agung yang sangat mengagumkan yang di mana-mana meletus dari selubung mereka yang fantastis dan yang terhadap pikiran-pikiran ini kaum pilistin (orang-orang yang picik pandangannya — Red. JP) buta.

Saint-Simon adalah putra Revolusi besar Perancis, yang pada saat meletusnya ia belum lagi berusia tiga puluh tahun. Revolusi itu adalah kemenangan pangkat ketiga, yaitu, massa yang luas dari nasion, yang bekerja dalam produksi dan perdagangan, atas kelas-kelas yang tidak bekerja yang berhak istimewa, kaum ningrat dan kaum pendeta. Tetapi kemenangan pangkat ketiga itu segera memperlihatkan diri sebagai semata-mata kemenangan sebagian kecil dari “pangkat” ini, sebagai perebutan kekuasaan politik oleh bagiannya yang berhak istimewa di lapangan sosial, yaitu, borjuasi yang bermilik. Dan borjuasi sudah barang tentu telah berkembang dengan cepat selama Revolusi, sebagian melalui spekulasi atas tanah-tanah kaum bangsawan dan Gereja yang disita dan kemudian dijual, dan sebagian karena penipuan-penipuan terhadap nasion melalui kontrak-kontrak militer. Adalah kekuasaan penipu-penipu ini yang telah membawa Perancis, di bawah Direktorat, ke tepi jurang keruntuhan dan dengan demikian memberikan dalih kepada Napoleon untuk melakukan kudeta-nya.

Dari itu bagi Saint-Simon antagonisme antara pangkat ketiga dengan kelas-kelas yang berhak istimewa itu mengambil bentuk antagonisme antara “pekerja” dengan “orang-orang yang tak bekerja”. Orang-orang yang tak bekerja itu tidak hanya kelas-kelas lama yang berhak istimewa, tetapi juga semua orang yang tanpa mengambil sesuatu bagian dalam produksi atau distribusi hidup atas pendapatan-pendapatan mereka. Dan kaum pekerja itu bukan hanya kaum buruh-upahan, tetapi juga tuan-tuan pabrik, pedagang-pedagang, bankir-bankir.

Bahwasanya orang-orang yang tidak bekerja itu telah kehilangan kemampuan untuk memegang pimpinan intelektuil dan kekuasaan politik telah dibuktikan dan akhirnya telah diputuskan oleh Revolusi. Bahwa kelas-kelas yang tak bermilik itu tidak mempunyai kemampuan ini agaknya bagi Saint-Simon telah dibuktikan oleh pengalaman-pengalaman Pemerintahan Teror. Lalu, siapakah yang harus memimpin dan memerintah? Menurut Saint-Simon ilmu dan industri, yang kedua-duanya dipersatukan oleh ikatan agama baru, ditakdirkan untuk memulihkan persatuan ide-ide agama yang telah hilang sejak masa Reformasi — suatu “agama Kristen baru” yang mesti bersifat mistik dan kaku hierarkinya. Tetapi ilmu, itu adalah kaum terpelajar; dan industri, itu pertama-tama, adalah borjuis pekerja, tuan-tuan pabrik, pedagang-pedagang, bankir-bankir. Borjuis ini sudah tentu dikehendaki oleh Saint-Simon supaya mengubah diri menjadi semacam pegawai-pegawai umum, semacam wali-wali sosial; tetapi mereka toh harus memegang kedudukan memerintah dan berhak istimewa dalam ekonomi terhadap kaum buruh.

Bankir-bankir terutama harus diminta untuk memimpin seluruh produksi sosial melalui peraturan kredit. Konsepsi ini tepat sesuai dengan masa di mana Industri Modern di Perancis dan, bersamanya, jurang antara borjuasi dengan proletariat baru saja lahir. Tetapi apa yang terutama sekali ditekankan oleh Saint-Simon ialah ini: yang menarik perhatiannya pertama-tama dan di atas segala sesuatu lainnya, ialah nasib kelas yang paling banyak jumlahnya dan yang paling miskin (“la classe la plus nombreuse et la plus pauvre”).

Sudah dalam surat-surat Jenewanya, Saint-Simon menetapkan dalil bahwa “semua orang harus bekerja.” Dalam karyanya yang sama itu juga dia mengakui pula bahwa Pemerintahan Teror adalah pemerintahan massa yang tak bermilik. “Lihatlah”, katanya kepada mereka, “apa yang terjadi di Perancis pada waktu kawan-kawan kalian memegang kekuasaan di sana; mereka menimbulkan kelaparan”. Tetapi untuk mengakui Revolusi Perancis sebagai suatu perang kelas, dan bukan perang kelas semata-mata antara kaum bangsawan, borjuasi dan kaum tak bermilik, dalam tahun 1802, merupakan suatu penemuan yang sangat besar artinya. Dalam tahun 1816 dia menyatakan bahwa politik adalah ilmu tentang produksi dan meramalkan diserapnya sama sekali politik oleh ekonomi.

Pengetahuan bahwa syarat-syarat ekonomi merupakan dasar dari lembaga-lembaga politik di sini baru muncul dalam bentuk embrio. Tetapi apa yang di sini sudah sangat jelas dinyatakan ialah ide tentang perubahan kekuasaan politik atas manusia di masa depan menjadi administrasi dari barang-barang dan pimpinan atas proses-proses produksi, artinya “penghapusan negara” yang akhir-akhir ini telah begitu banyak diributkan orang.

Saint-Simon memperlihatkan keunggulan yang sama atas rekan-rekannya sezaman, ketika dalam tahun 1814, segera setelah masuknya sekutu ke Paris, dan sekali lagi dalam tahun 1815, selama Perang Seratus Hari, dia memproklamasikan persekutuan Perancis dengan Inggris, dan kemudian persekutuan kedua negeri ini dengan Jerman, sebagai satu-satunya jaminan bagi perkembangan yang makmur dan perdamaian di Eropa. Untuk mengkhotbahkan kepada bangsa Perancis dalam tahun 1815 suatu persekutuan dengan pemenang-pemenang Waterloo, diperlukan keberanian yang sama seperti halnya pandangan ke depan sejarah.

Jika pada diri Saint-Simon kita menemukan keluasan pandangan yang lapang, yang oleh karenanya hampir semua ide dari orang-orang Sosialis kemudian yang tidak mutlak bersifat ekonomi terdapat padanya dalam bentuk embrio, kita dapati pada Fourier suatu kritik terhadap keadaan-keadaan masyarakat yang ada, kritik yang sungguh-sungguh bersifat Perancis dan jenaka, tetapi tidak karena itu menjadi kurang mendalam. Fourier memegang borjuasi, nabi-nabi mereka yang bersemangat sebelum Revolusi, dan penyanjung-penyanjung mereka yang berkepentingan sesudahnya, pada kata-kata mereka sendiri. Tanpa belas kasihan dia menelanjangi kemiskinan materiil dan moril dunia borjuis. Dia mengkonfrontasikannya dengan janji-janji dulu yang menyilaukan dari ahli-ahli filsafat mengenai masyarakat di mana akal saja yang akan memerintah, mengenai peradaban di mana kebahagiaan akan bersifat universal, mengenai kesempurnaan manusia yang tak terbatas, dan dengan kata-kata indah dari ideologis-ideologis borjuis zamannya. Ditunjukkannya betapa di mana-mana kenyataan yang sangat menyedihkan sesuai dengan kata-kata yang sangat muluk-muluk, dan dia mengeroyok kegagalan yang tiada harapan lagi dari kata-kata ini dengan sarkasmenya yang pedas-tajam.

Fourier bukan hanya seorang kritikus; sifatnya yang tenang dingin-kepala membuat dia menjadi seorang satiris, dan pastilah salah seorang satiris yang terbesar dari segala zaman. Digambarkannya, dengan sama kuat dan menawannya, spekulasi-spekulasi yang menipu yang bekembang subur di atas keruntuhan Revolusi, dan semangat tukang warung yang umum dan karakteristik pada perdagangan Perancis pada waktu itu. Lebih-lebih hebat lagi ialah kritiknya terhadap bentuk hubungan-hubungan borjuis di antara jenis kelamin, dan kedudukan wanita dalam masyarakat borjuis. Dialah yang pertama menyatakan bahwa di dalam sesuatu masyarakat tertentu tingkat emansipasi wanita adalah ukuran yang wajar dari emansipasi umum.

Tetapi Fourier berada pada puncaknya dalam konsepsinya tentang sejarah masyarakat. Dia membagi seluruh jalannya sejarah, hingga kini, menjadi empat tingkatan evolusi — kebiadaban, barbarisme, patriarkat dan peradaban. Yang terakhir ini adalah identik dengan apa yang dinamakan masyarakat sipil atau masyarakat borjuis dewasa ini — yaitu, dengan susunan kemasyarakatan yang datang bersama abad ke-16. Dia membuktikan bahwa “tingkatan yang beradab mengangkat setiap kejahatan yang dipraktekkan oleh barbarisme dalam bentuk sederhana menjadi suatu bentuk eksistensi yang rumit, bermakna-rangkap, menyangsikan, munafik — bahwa peradaban bergerak dalam “suatu lingkaran tak berujung-pangkal”, dalam kontradiksi-kontradiksi yang senantiasa direproduksinya tanpa dapat memecahkannya; sebab itu ia senantiasa sampai justru pada kebalikan dari yang hendak dicapainya, atau yang pura-pura hendak dicapainya, sehingga, misalnya, “di bawah peradaban kemiskinan dilahirkan oleh kelimpah-ruahan itu sendiri.”

Fourier, seperti kita lihat, menggunakan metode dialektik dengan cara yang ulungnya seperti rekan sezamannya, Hegel. Dengan menggunakan dialektika yang sama ini dia membantah omongan tentang kesempurnaan manusia yang tak terbatas, bahwa setiap fase sejarah mempunyai masa menaik dan juga menurunnya dan dia menerapkan peninjauan ini pada masa depan seluruh umat manusia. Seperti Kant memasukkan dalam ilmu alam ide tentang kehancuran terakhir bumi, maka Fourier juga memasukkan ke dalam ilmu sejarah ide tentang kehancuran terakhir umat manusia (Engels).

Sementara di Perancis badai Revolusi menyapu negeri, di Inggris berlangsung suatu revolusi yang lebih tenang, tetapi bukan karena itu lalu menjadi kurang hebat. Mesin uap dan mesin baru membuat perkakas sedang mengubah manufaktur menjadi industri modern, dan dengan demikian merevolusikan seluruh dasar masyarakat borjuis. Kemajuan yang lembam dari perkembangan periode manufaktur berubah menjadi “Sturm und Drang” (masa perjuangan dan pergolakan) yang sungguh-sungguh. Dengan kecepatan yang senantiasa bertambah besar perpecahan masyarakat menjadi kaum kapitalis besar dan kaum proletar yang tak bermilik berjalan terus. Di antara mereka ini, bukannya kelas-tengah yang stabil dulu, melainkan suatu massa yang tidak stabil dari tukang-tukang dan pomilik-pemilik toko kecil, yaitu bagian penduduk yang paling naik-turun, yang kini hidupnya tak tentu.

Cara produksi yang baru itu masih baru pada permulaan masa menaiknya; ia masih merupakan cara produksi yang normal, teratur — satu-satunya yang mungkin di bawah syarat-syarat yang sedang berlaku. Meskipun demikian, bahkan pada waktu itupun ia sudah menghasilkan keburukan-keburukan sosial yang menyolok — pengelompokan penduduk yang tak bertempat tinggal di bagian-bagian yang paling buruk dari kota-kota besar; pelonggaran semua ikatan moril yang tradisionil, pembawahan patriarchal, hubungan-hubungan kekeluargaan; bekerja terlalu berat, terutama wanita-wanita dan kanak-kanak, sampai pada batas yang mengerikan; demoralisasi sama sekali dari kelas buruh, yang sekonyong-konyong dicampakkan ke dalam keadaan-keadaan yang sama sekali baru, dilemparkan dari pedesaan ke kota, dari pertanian ke industri modern, dari syarat-syarat hidup yang stabil ke syarat-syarat hidup yang tidak stabil yang berubah-ubah dari hari ke hari.

Pada saat yang genting ini tampil ke depan seorang tuan pabrik berusia 29 tahun sebagai seorang pembaru  seorang yang memiliki watak kesederhanaan yang hampir luhur, seperti anak-anak, dan bersamaan dengan itu salah seorang pemimpin manusia yang tidak banyak dilahirkan. Robert Owen telah mengoper ajaran ahli-ahli filsafat materialis: bahwa watak manusia itu, di satu pihak, adalah hasil keturun-temurunan; di pihak lain, hasil lingkungan individu selama hidupnya dan terutama sekali selama masa perkembangannya. Kebanyakan dari kelasnya melihat pada revolusi industri hanya kekacauan dan kekalutan, serta kesempatan untuk memancing di air keruh dan mencari keuntungan-keuntungan besar dengan cepat. Robert Owen melihat pada revolusi industri itu kesempatan untuk mempraktekkan teori kesayangannya dan dengan demikian kesempatan untuk mendatangkan ketertiban pada kekacauan.

 Dia telah mencobanya dengan sukses, sebagai pengawas dari lima ratus orang lebih di sebuah pabrik di Manchester. Dari 1800 sampai 1829 dia memimpin pabrik tenun besar di New Lanark, di Skotlandia, sebagai rekan pengurus, menurut garis-garis yang sama, tetapi dengan kebebasan bertindak yang lebih besar dan dengan sukses yang memberikan kepadanya nama baik di Eropa. Suatu penduduk, yang semula terdiri dari elemen-elemen yang sangat bermacam-ragam dan yang untuk sebagian terbesar sangat menjadi demoralisasi, suatu penduduk yang berangsur-angsur bertambah besar menjadi 2.500 jiwa, diubahnya menjadi suatu koloni teladan, di mana mabuk-mabukan, polisi, hakim, proses-proses pengadilan, undang-undang kemiskinan, lembaga-lembaga amal, tidak dikenal. Dan semuanya ini hanya dengan menempatkan orang-orang itu dalam keadaan-keadaan yang layak bagi manusia, dan terutama dengan penuh perhatian mendidik angkatan muda. Dia adalah pendiri taman kanak-kanak-taman kanak-kanak dan membuka taman kanak-kanak itu pertama-tama di New Lanark.

Pada usia dua tahun anak-anak masuk taman kanak-kanak, di mana mereka demikian bersenang-senang sehingga hampir tak bisa diajak pulang lagi. Sedang saingan-saingannya mempekerjakan orang-orangnya tiga belas atau empat belas jam sehari, di New Lanark hari kerja hanya sepuluh setengah jam. Ketika krisis kapas menghentikan pekerjaan untuk empat bulan lamanya, buruh-buruhnya terus menerima upah mereka yang penuh selama itu. Dan dengan semuanya ini perusahaan naik nilainya lipat dua kali lebih dan sampai pada akhirnya memberikan laba-laba yang besar kepada pemilik-pemiliknya.

Kendatipun semuanya ini Owen tidak merasa puas. Kehidupan yang dia jamin bagi buruh-buruhnya, menurut pandangannya, masih jauh daripada layak bagi manusia. “Orang-orang itu adalah budak-budak dalam kekuasaanku.” Keadaan-keadaan yang secara relatif di mana ia telah menempatkan mereka masih jauh daripada memungkinkan suatu perkembangan yang rasionil dari watak dan intelek ke semua jurusan, apalagi bagi penggunaan secara bebas dari semua kecakapan mereka. “Meskipun demikian, bagian yang bekerja dari penduduk 2.500 jiwa ini setiap harinya menghasilkan kekayaan riil bagi masyarakat sebanyak, kurang dari setengah abad sebelumnya, yang semestinya untuk menciptakannya diperlukan bagian yang bekerja dari penduduk sejumlah 600.000 jiwa. Saya bertanya kepada diri sendiri, apa yang terjadi dengan selisih antara kekayaan yang dikonsumsi oleh 2.500 orang dengan yang semestinya dikonsumsi oleh 600.000 orang itu?"

Jawabnya jelas. Ia telah dipergunakan untuk membayar pemilik-pemilik perusahaan 5% atas kapital yang telah mereka keluarkan, selain £ 300.000 lebih sebagai laba bersih. Dan apa yang berlaku bagi New Lanark lebih-lebih lagi berlaku bagi semua pabrik di Inggris. “Seandainya kekayaan baru ini tidak diciptakan oleh mesin-mesin, yang telah dipergunakan secara tidak sempurna itu, maka peperangan-peperangan di Eropa melawan Napoleon, dan untuk menyokong prinsip-prinsip aristokratis dari masyarakat, tidak dapat dilakukan.

Namun demikian, kekuatan baru ini adalah ciptaan kelas buruh." Oleh karena itu, menjadi milik merekalah hasil-hasil dari kekuatan baru ini. Tenaga-tenaga produktif raksasa yang baru diciptakan, yang sampai kini hanya digunakan untuk memperkaya individu-individu dan untuk memperbudak massa, memberikan kepada Owen dasar-dasar untuk suatu pembangunan kembali masyarakat; tenaga-tenaga produktif itu ditakdirkan, sebagai milik umum dari semua, untuk dikerjakan bagi kesejahteraan bersama semua orang.

Komunismenya Owen adalah beralaskan dasar perusahaan ini semata-mata, hasil, boleh dikatakan, dari perhitungan dagang. Seluruhnya, ia mempertahankan watak praktis ini. Demikianlah, dalam tahun 1823 Owen mengusulkan peringanan bagi kesengsaraan di Irlandia dengan koloni-koloni Komunis dan menyusun anggaran yang lengkap dari ongkos-ongkos pembangunannya, pengeluaran setiap tahun dan pendapatan yang mungkin. Dan dalam rencananya yang pasti untuk masa depan, pengerjaan teknis dari detail-detail dilakukan dengan pengetahuan yang begitu praktis — peta dasar (platte grond), bagian depan dan samping serta pemandangan-pemandangan yang nampak dari atas termasuk semuanya — sehingga metode perubahan sosial dari Owen sekali diterima, maka dari pendirian praktis sedikit yang bisa dicela terhadap penyelenggaraan yang sebenarnya dari hal-hal yang kecil-kecil itu.

Kemajuannya ke arah Komunisme adalah titik balik dalam kehidupan Owen. Selama dia hanya seorang pilantropis (dermawan) saja, dia mendapat ganjaran tidak lain daripada kekayaan, tepuk tangan, kehormatan dan kemuliaan. Dia adalah orang yang paling populer di Eropa. Tidak hanya orang-orang dari kelasnya sendiri, tetapi juga negarawan-negarawan serta pangeran-pangeran mendengarkan dia dengan setuju. Tetapi ketika dia tampil keluar dengan teori-teori Komunisnya itu adalah soal yang lain sama sekali. Tiga rintangan besar menurut dia yang terutama menghalangi jalan ke arah perubahan kemasyarakatan: hak milik perseorangan, agama, bentuk perkawinan yang sekarang. Dia tahu apa yang akan dihadapinya jika ia menyerang semuanya ini — keadaan dibuang dan tidak dilindungi undang-undang lagi, pengeluaran dari masyarakat resmi, kehilangan seluruh kedudukan sosialnya. Tetapi tidak satupun dari semua ini yang menghalangi dia untuk menyerangnya tanpa takut akan akibat-akibatnya dan apa yang telah dia ramalkan terjadi.

Dibuang dari masyarakat resmi, dengan komplotan bungkam terhadap dia dalam pers, jatuh bangkrut karena eksperimen-eksperimen Komunisnya yang tidak berhasil di Amerika, di mana dia telah mengorbankan semua kekayaannya, dia langsung berbalik kepada kelas buruh dan terus bekerja di tengah-tengah mereka selama tiga puluh tahun. Setiap gerakan sosial, setiap kemajuan yang nyata di Inggris untuk kepentingan kaum buruh berhubungan dengan nama Robert Owen. Dia memaksakan dalam tahun 1819, sesudah lima tahun berjuang, undang-undang pertama yang membatasi jam kerja bagi wanita dan anak-anak di pabrik-pabrik. Dia menjadi presiden Kongres pertama di mana semua serikat buruh Inggris bersatu dalam satu perserikatan buruh yang besar.

Dia memperkenalkan sebagai tindakan-tindakan peralihan ke arah pengorganisasian masyarakat secara Komunis sepenuhnya, di satu pihak, perkumpulan-perkumpulan koperasi untuk perdagangan eceran dan produksi. Hal ini sejak waktu itu, sekurang-kurangnya, telah memberikan bukti praktis bahwa pedagang dan tuan pabrik secara sosial tidak perlu sama sekali. Di pihak lain, dia memperkenalkan pasar-pasar kerja untuk pertukaran hasil-hasil kerja dengan perantaraan uang kertas-kerja, yang kesatuannya ialah satu jam kerja; badan-badan yang mesti gagal, tetapi sepenuhnya mendahului bank pertukaran Proudhon pada masa jauh belakangan, dan berlainan sama sekali dengan ini dalam hal bahwa ia tidak menyatakan diri sebagai obat mujarab bagi segala penyakit masyarakat, tetapi hanya sebagai langkah pertama ke arah revolusi masyarakat yang jauh lebih radikal.

Cara berpikir dari Utopis itu untuk waktu yang lama telah menguasai ide-ide sosialis dari abad ke-19 dan masih menguasai beberapa diantaranya. Sampai akhir-akhir inipun semua Sosialis Perancis dan Inggris masih menghormatinya. Komunisme Jerman yang terdahulu, termasuk Komunisme Weitling, adalah dari mazhab yang sama. Bagi semuanya ini Sosialisme adalah merupakan pernyataan kebenaran absolute, akal dan keadilan, dan hanya harus ditemukan untuk menaklukkan seluruh dunia berdasarkan kekuatannya sendiri. Dan karena kebenaran absolute itu tidak bergantung pada waktu, ruang dan pada perkembangan sejarah manusia, maka hanyalah merupakan suatu kejadian yang kebetulan apabila dan di mana ia ditemukan. Dengan semuanya ini maka kebenaran absolut, akal dan keadilan adalah berbeda pada pendiri setiap mazhab yang berlain-lain. Dan karena tiap-tiap macam yang khusus dari kebenaran absolut, akal dan keadilan dari seseorang juga ditentukan oleh pengertiannya yang subyektif, syarat-syarat kehidupannya, ukuran pengetahuannya dan pendidikan inteleknya, maka tidaklah ada kesudahan lain yang mungkin dalam konflik di antara kebenaran-kebenaran absolut ini daripada bahwa mereka akan saling mengecualikan.

Maka itu, tidaklah lain yang dapat keluar dari sini kecuali semacam Sosialisme rata-rata yang eklektis, yang sesungguhnya sampai sekarang menguasai pikiran sebagian besar kaum buruh Sosialis di Perancis dan Inggris. Karena itu, suatu campur-aduk yang mengizinkan adanya sangat bermacam-macam corak pendapat; suatu campur-aduk dari pernyataan-pernyataan kritis, teori-teori ekonomi, gambaran-gambaran tentang masyarakat di masa depan dari pendiri-pendiri dari lain-lain sekte yang membangkitkan perlawanan yang sekecil-kecilnya; suatu campur-aduk yang semakin mudah dimuaikan semakin pastilah ujung-ujung yang tajam dari satu-satu bagiannya tergosok dalam arus perdebatan, bagaikan batu-batu kerikil yang bundar di dalam anak sungai. Untuk membikin Sosialisme menjadi suatu ilmu, pertama-tama ia harus diletakkan di atas dasar yang riil (engels).

         b. Dua Penemuan Besar Sosialisme Menjadi Ilmu
Marx dan Engels dalam warisan prestasi yang luar biasa kritis pemikiran dan budaya manusia, berdasarkan realisasi filsafat, ekonomi, perubahan revolusioner, penciptaan materialisme historis dan teori nilai lebih. Hal ini karena dua penemuan besar, sosialisme ditempatkan atas dasar realitas, dari padang gurun dan menjadi ilmu utopis. Materialisme dan teori nilai lebih adalah landasan teori sosialisme ilmiah dari dua.

Engels Bab II buku ini dan awal Bab III dari elemen dasar materialisme historis membuat dua pernyataan umum. Dia mengatakan: "Seluruh sejarah masa lalu, selain ke keadaan semula, sejarah perjuangan kelas, ini perjuangan dengan satu sama lain setiap saat hubungan kelas sosial hubungan produksi dan pertukaran produk, dengan kata lain, adalah era mereka sendiri hubungan ekonomi produk, sehingga era struktur sosial dan ekonomi masing-masing dasar bentuk dalam kenyataannya, setiap periode sejarah dengan fasilitas Perancis dan fasilitas serta agama, politik, filsafat, dan bentuk lain dari konsep merupakan seluruh suprastruktur, dalam analisis akhir harus memungkinkan yayasan ini untuk menjelaskan "" konsepsi materialis tentang sejarah dimulai dari prinsip berikut: produksi dan pertukaran produk datang dengan produksi adalah dasar dari semua sistem sosial, muncul di setiap masyarakat sejarah, serta distribusi produk dan menyertainya.

Masyarakat dibagi ke dalam kelas atau nilai, adalah apa yang diproduksi, bagaimana memproduksi dan bagaimana menentukan produk switching, sehingga semua perubahan sosial dan perubahan politik adalah alasan utama, tidak harus ke pikiran orang-orang, kepada orang-orang pada kebenaran kekal dan keadilan, untuk meningkatkan kesadaran media tumbuh untuk mencari, dan akan pergi ke modus produksi dan pertukaran perubahan untuk mencari, tidak harus berkaitan dengan filosofi dari kali untuk menemukan, tetapi harus terkait dengan ekonomi kali untuk mencari.

Materialisme adalah sosialisme utopis dari bagaimana membuatnya menjadi sebuah ilmu? Secara khusus, pertama, tentang kontradiksi dasar dari teori materialisme historis, mengungkapkan kekuatan produktif sosial adalah dasar dari semua sejarah manusia, kontradiksi antara kekuatan produktif dan hubungan produksi ini merupakan perkembangan sosial motivasi intrinsik olahraga, segala sesuatu berasal dari produksi perubahan sosial Perubahan, yang secara ilmiah menunjukkan bahwa mengganti kapitalisme dengan sosialisme adalah kebutuhan obyektif perkembangan kekuatan produktif modern adalah kontradiksi dasar dari masyarakat kapitalis hasil tak terelakkan dari kaum sosialis utopis dikritik dan dikoreksi hanya dari prinsip-prinsip rasional keadilan yang abstrak mengutuk modal cacat sistem kapitalis.

Kedua, materialisme perjuangan kelas adalah kekuatan langsung mengemudi dari perkembangan doktrin masyarakat kelas keluar dari hubungan ekonomi dan hubungan kelas untuk mencari cara untuk menyelesaikan konflik sosial, menunjukkan transformasi dari sistem kapitalis jalan yang benar, tetapi sosialisme perjuangan proletariat melawan borjuasi, hasil yang tak terelakkan, dikritik dan dikoreksi kaum sosialis utopis dari pikiran mereka ide cetak biru reformasi sosial, penguasa amal harapan untuk cara-cara damai untuk mencapai fantasi sosialisme. Ketiga, orang-orang materialisme historis pada doktrin pencipta untuk menentukan penyebab kegiatan sejarah massa, kaum proletar dan massa pekerja adalah transformasi dari dunia lama dan dunia baru mata pelajaran sosial dan membangun momentum, dapat dan harus bergantung pada kekuatan mereka sendiri untuk membebaskan diri dan kemanusiaan, sosialis utopis dikritik dan dikoreksi proletariat hanya sebagai orang yang menderita, dan sejarah kemajuan dan harapan sosial jenius omset muncul dalam teori keterbatasan individu.

Engels juga membahas teori nilai surplus dan pentingnya penciptaan. Meskipun kritik sosialis sebelumnya kapitalis dosa produksi, tetapi tidak dapat mengungkapkan akar ekonomi dari kejahatan ini, mereka dengan keras menentang eksploitasi kapitalis dari kelas pekerja, tetapi tidak mengerti bagaimana eksploitasi ini terjadi, itu adalah Bagaimana dihasilkan. Penggunaan Marx tentang materialisme historis, analisis hubungan produksi kapitalis dan hukum ekonomi gerak, menemukan nilai sisa, sepenuhnya ditolak esensi dari eksploitasi kapitalis. Asli dalam sistem kapitalis, pekerja menjual tenaga mereka dengan jumlah nilai yang diciptakan, bentuk upah daripada pekerja dari kaum kapitalis mendapatkan jumlah yang jauh lebih besar dari nilai, bagian besar dari itu adalah untuk menjadi Kapitalis menempati nilai sisa. Dengan perkembangan kapitalisme, borjuis menempati lebih dan lebih nilai surplus, yang membentuk kekayaan nilai akumulasi yang sangat borjuis, pemiskinan sangat berkembang situasi kaum proletar, kaum proletar dan kaum borjuis tumbuh, dan ini pasti akan mengarah pada perjuangan antara revolusi proletar dan kediktatoran proletariat.

Engels, "Masalahnya adalah zaman pembuatan prestasi Marx. Itu membuat sinar matahari terang ke bidang ekonomi, dan dalam bidang ini, mantan sosialis seperti ekonom borjuis bekerja dalam kegelapan, meraba-raba. sosialisme ilmiah adalah sebagai titik awal, sebagai pusat dikembangkan. "Singkatnya, teori nilai lebih mengungkap rahasia eksploitasi modal kerja, kaum proletar dan kaum borjuis untuk menjelaskan akar ekonomi bertentangan, menentukan sifat dari sistem kapitalis dan kematian yang tak terelakkan dari tren, dan menemukan menggulingkan kapitalisme, realisasi pembawa sosialis misi bersejarah ini besar, sehingga memberikan suatu sistem sosialisme ilmiah argumen ekonomi.

Materialisme dan teori nilai lebih dari dua penemuan besar, sehingga sosialisme yang meletakkan dasar yang kuat teori ilmiah dan diserahkan kepada generasi mendatang. Hari ini, seratus tahun kemudian, kekayaan yang berharga ide dan tidak ketinggalan jaman, masih kita Komunis - praktek sosialisme ilmiah dan penerus di tangan senjata ideologis yang tajam. Kita harus serius mempelajari dan menguasai teori materialisme sejarah dan nilai surplus dan esensi dari konten ilmiah untuk mengamati dan menganalisis situasi dunia dan perkembangan tren, mengembangkan arah strategis yang tepat dan penanggulangan. Semuanya penghinaan, ejekan, mendistorsi, menyerang materialisme dan nilai surplus teori berpikir dan berbicara, terlepas dari mana asalnya, mereka salah dan berbahaya dan harus diidentifikasi, ditangkal, benar dan kritik.

4. TOKOH-TOKOH SOSIALIS UTOPIS DAN PERANNYA
           1. Thomas More (1478-1535).

Utopis adalah Thomas More (1478-1535), seorang sarjana humanis Inggris. Setelah memangku berbagai jabatan tinggi, Thomas More dihukum mati karena menentang pengangkatan raja Henry VIII menjadi kepala agama pada tahun 1534. Dalam karya-karyanya Thomas More mengkritik hubungan-hubungan kapitalis yang sedang berkembang pada masa itu, dan membeberkan kemelaratan yang dihadapi rakyat. Ungkapan terkenal Thomas More adalah “domba-domba memakan manusia” yang dia pakai untuk melukiskan metode barbar yang dipakai pada masa kelahiran dan perkembangan kapitalisme di Inggris—ketika para tuan tanah mengusir kaum tani dari tanah-tanah mereka, membakari ladang-ladang kaum tani dan mengubahnya menjadi padang rumput bagi penggembalaan domba-domba. Thomas More memandang, bahwa sebab-sebab pokok dari semua bencana masyarakat adalah pemilikan pribadi (perorangan).

         2. Giovanni Domenico Campanella (Tommazo Campanella) (1568-1639).
Di samping Thomas More, terdapat Giovanni Domenico Campanella (Tommazo Campanella) (1568-1639), seorang utopis, seorang komunis utopis Italia. Di masa mudanya Campanella belajar filsafat dalam sebuah biara. Dia mempelajari Aristoteles dan para teolog abad pertengahan seperti Thomas Aquinas dan lain-lain. Karena pengaruh dari filsuf alam Italia, Tolezia, Campanella menyeberang ke kubu penentang gereja. Pada tahun 1591, Campanella menerbitkan buku berjudul Filsafat yang Dibuktikan dengan Bantuan Perasaan (Philosophia Sensibus Demonstrata), yang ditujukan untuk menentang filsafat jaman pertengahan, dan membela filsafat alam Telezia. Tulisan-tulisannya mengkritik pandangan-pandangan skolastik, menolak pandangan-pandangan Aristoteles, membela pandangan-pandangan Galilei Galileo, dan menganjurkan agar melakukan pengenalan sesuatu melalui kenyataan dan menyerukan agar mempelajari alam semesta. 

Campanella adalah seorang politikus yang progresif dan patriotik. Pada masa itu, Italia berada di bawah kekuasaan Sepanyol. Campanella berjuang melawan penindasan Sepanyol, menjadi pemimpin organisasi rahasia yang bertujuan membebaskan Itali. Karena pengkhianatan, organisasi itu dihancurkan. Tahun 1602 Campanella dijatuhi hukuman seumur hidup, dan dibebaskan setelah 27 tahun dipenjara. Dalam penjara dia menulis karya-karyanya yang terkenal, yaitu Pembelaan Atas Galileo (Apologia pro Galileo), dan Kota Surya (La Citta del Sole). Dalam Kota Surya dia menguraikan khayalannya tentang masyarakat komunis yang utopis. Dia mengkritik masyarakat penghisap. Menurut Campanella, kemelaratan yang luar biasa menyebabkan orang menjadi bajingan, pelit, licik, perampok, tukang tipu muslihat, berakal busuk, sampah masyarakat dan pembohong. Adanya kekayaan yang melimpah ruah menyebabkan orang menjadi sombong, tinggi-hati, awam, karena orang-orang membuat keputusan tentang sesuatu yang sebenarnya tidak dia pahami, pengkhianat-pengkhianat, pembohong, pembual, orang-orang yang tak mengenal belas kasihan, temperamental dan lain-lain.

 Campanella secara tangguh membela pandangan bahwa di dalam masyarakat di mana tidak ada pemilikan pribadi (perorangan), tidak ada ketimpangan masyarakat dan tidak ada ketimpangan penghidupan. Dalam keadaan demikian ilmu pengetahuan, tekhnik dan kesenian akan berkembang dengan pesat. Ide-ide Campanella adalah pernyataan isi hati dan harapan dari kaum miskin pedesaan dan para intelektual lapisan bawah di Italia pada akhir abad XVI sampai permulaan abad XVII. Ide-ide utopis Campanella mengenai masyarakat adil di masa depan hanyalah rekaan, khayalan semata-mata, tidak didasarkan pada pengetahuan tentang hukum perkembangan masyarakat yang riil.

3. Claude Henry Saint-Simon (1760-1825).
Dia adalah seorang sosialis-utopis yang besar di abad XIX. Pandangan-pandangan sosialnya lahir pada masa kelas proletar masih belum berkembang dan meluas. Bertentangan dengan pandangan-pandangan sosial masa itu yang membela sistem penghisapan borjuis, Saint-Simon mengkritik hal itu dan memimpikan suatu masyarakat yang adil—mengkritik sistim kapitalis dan ingin menggantikannya dengan sistim sosialis. Saint-Simon berusaha memberi dasar pandangan dari perkembangan sejarah. Menurut Saint-Simon, setiap sistem masyarakat pada masa lahirnya merupakan langkah maju ke depan dalam proses perkembangan sejarah.


Saint-Simon menentang para pendahulunya, terutama Rousseau, yang menganggap bangunan masyarakat yang ideal adalah masyarakat kekeluargaan. Bertolak dari teorinya tentang kemajuan sejarah, Saint-Simon menyatakan bahwa jaman keemasan akan tiba di masa datang. Walaupun demikian, sebagaimana kaum materialis Perancis pada masa itu, dalam pemahaman tentang tenaga penggerak perkembagan masyarakat, Saint-Simon masih berdiri pada posisi idealis. Menurutnya, kemajuan ilmu menentukan perkembangan masyarakat. Menurut pandangannya, sejarah melalui tiga fase perkembangan, yakni fase teologi (periode kekuasaan sistem keagamaan, termasuk didalamnya masyarakat perbudakan dan masyarakat feodal), fase metafisika (periode keruntuhan sistim feodal dan teologi), dan fase positif (bangunan masyarakat di masa depan, yang didasarkan pada ilmu pengetahuan).

4. 
Charles Fourier (1772-1837).

Seorang tokoh sosialis-utopis Perancis. Fourier dengan sangat tajam mengkritik masyarakat borjuis. Fourier mengungkap kontradiksi antara ide-ide dan pernyataan-pernyataan para ideolog revolusi Perancis mengenai persamaan, persaudaraan dan keadilan, serta terjadinya kemelaratan di bidang material dan moral dalam masyarakat borjuis. Fourier menulis, masyarakat borjuis adalah kotor, penuh dengan pencemaran. Dalam susunan masyarakat seperti itu, di satu sisi terjadi kemiskinan dan di sisi lain terjadi penumpukan kekayaan yang melimpah ruah. Susunan masyarakat seperti itu merusak manusia, menindas perasaan, keinginan dan pikiran. Kebahagiaan seseorang dalam susunan masyarakat borjuis didasarkan pada ketidakbahagiaan orang lain.

Fourier dipengaruhi oleh ajaran kaum materialis Perancis mengenai peranan pendidikan. Dengan mendasarkan pada keharusan munculnya masyarakat sosialis, Fourier mengembangkan ajaran tentang kesukaan dan kegemaran manusia. Kaum moralis, sampai saat itu sudah banyak menulis tentang sifat-sifat kotor, sifat-sifat ceroboh manusia. Menurut Fourier, sebenarnya, yang kotor itu justru adalah masyarakatnya itu sendiri. Semua sifat manusia adalah baik. Masalahnya adalah bagaimana menciptakan masyarakat yang sedemikian rupa, hingga memenuhi keinginan manusia, memenuhi kebutuhan perkembangannya, memenuhi kebutuhannya untuk maju.

Fourier melukiskan masyarakat masa depan dengan unsur-unsur dasarnya adalah phalanx, yang terdiri dari berbagai susunan badan produksi. Setiap anggota phalanx mempunyai hak untuk bekerja. Dibimbing oleh keinginannya, setiap anggota phalanx dengan sukarela bebas masuk ke dalam salah satu unit produksi. Kerja dalam phalanx adalh kebutuhan, keharusan untuk menghasilkan barang kebutuhan manusia. Sosialisme Fourier adalah sosialisme-utopis. Fourier mengambil sikap menentang revolusi dengan kekerasan. Karena kecewa atas revolusi Perancis, Fourier memikirkan propaganda secara damai untuk menyebarkan ide-idenya, untuk mengorganisasi masyarakat sosialis di masa depan.

5. Jean Meslier (1664-1729).
seorang materialis, ateis, komunis-utopis Perancis. Dalam tulisan-tulisannya, Jean Meslier menyatakan protes yang keras terhadap agama, kebatinan, gereja dan semua bangunan masyarakat feodal. Meslier memandang kejahatan yang pokok adalah pembagian kekayaan yang tidak seimbang, tidak merata di antara rakyat. Adapun penyebab kejahatan itu adalah hak milik perorangan. Raja-raja, kaum bangsawan, agama telah merampas, menguasai semua kekayaan yang diperoleh dari tanah. Sisa yang tinggal pada rakyat hanyalah kerja, penderitaan dan kemelaratan. Menurut Meslier, agama, terutama Kristen adalah hikayat yang hina, keji, yang direka-reka, dikarang-karang oleh para pendeta, terutama untuk menguasai rakyat dalam keadaan dunggu dan bebal serta patuh.

Untuk menghancurkan ketidaksamaan, kaum melarat harus bersatu dan menggulingkan kekuasaan tirani. Menurut Meslier, masyarakat yang adil di masa depan adalah masyarakat yang berbentuk federasi dari komune-komune yang semua anggotanya bekerja dan dengan hak yang sama dapat menggunakan barang kebutuhan sehari-hari. Pandangan-pandangan sosial Meslier termasuk ke dalam ideologi tani (borjuis kecil), yakni pandangan komunisme sama rata. Sebagaimana Spinoza, Meslier dengan tandas mengkritik dualisme Descartes yang mengakui sifat materiil dan sifat fananya jiwa. Materialisme Meslier berhubungan erat dengan ateismenya yang militan, sama halnya dengan semua materialisme pra-Marx yang metafisis dan terbatas. Pandangan-pandangan sosialnya adalah idealis. Menurut Meslier, penderitaan rakyat disebabkan oleh tidak adanya pendidikan, penipuan yang dilakukan pemerintah dan gereja.


6. Robert Owen (1771-1858)

Seorang tokoh sosialis-utopis yang besar di abad XIX. Sebagai sorang pabrikan, selama tahun 1800 sampai tahun 1829, Robert Owen telah bertindak memperpendek jam kerja di pabriknya menjadi 10.5 jam sehari, dari yang biasanya 13-14 jam sehari pada masa itu. Robert Owen mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki penghidupan kaum pekerja dengan jalan mendirikan sekolah-sekolah, penitipan anak-anak dan taman kanak-kanak bagi anak-anak kaum buruh. Lama kelamaan, dari sifatnya yang filantropis Owen berubah jadi penganut komunisme.


Dalam pandangan-pandangan sosialnya Robert Owen terpengaruh oleh kaum materialis Perancis abad XVIII. Robert Owen menyatakan bahwa manusia adalah produk dari keadaan disekitarnya. Dari semua kebiasaan jelek dan kekurangan rakyat, yang bersalah itu bukanlah orangnya, tetapi susunan masyarakatnya di mana mereka hidup.Kejahatan rakyat “adalah kejahatan masyarakat itu sendiri, bukanlah kejahatan pribadi seseorang. Ubahlah syarat-syarat kehidupan material masyarakat, perbaikilah susunan masyarakat, maka akan berubah pula keinginan dan kesukaan rakyat”.



5. TUJUAN UTOPIS
A.   Menghilangkan Hak Privat Dan Kompetisi.
Kaum sosialis (“scientific socialism“) sendiri lebih percaya bahwa kemakmuran akan tercapai bila masing-masing individu tidak mengejar keuntungan pribadi akan tetapi memberikan seluruhnya kepada masyarakat sehingga diharapkan seluruh anggota masyarakat dapat menikmati hasil secara merata. Kaum sosialis mengutuk para kapitalis yang dianggap memeras kaum buruh, kaum sosialis menganggap pemerintah yang pro kapitalis tidak akan pernah memperhatikan kesejahteraan kaum proletar, sehingga satu-satunya cara untuk mencapai kemakmuran adalah dengan menumbangkan pemerintahan yang kapitalis dan digantikan oleh pemerintahan baru yang pro dengan buruh. Kaum sosialis tidak percaya bahwa distribusi kekayaan menurut sistem kapitalis dapat bersifat adil bagi masyarakat kebanyakan.

B.   Memperlakukan Setiap Orang Secara Sederajat.
Edward Bellamy, seorang ahli ekonomi utopis, menulis buku Looking Backward pada tahun 1887, dalam negara cita-citanya terdapat kewajiban bekerja dari 21 sampai 45 tahun. Pekerjaan-pekerjaan yang kurang enak dilakukan dalam waktu pendek dibandingkan dengan pekerjaan-pekerjaan yang menyenangkan. Dari hasil yang dibuat setiap orang akan dibagi sama rata. Sedangkan upah tidak tergantung dari jumlah barang yang dihasilkan, tetapi semata-mata ditetapkan oleh tenaga-tenaga yang dipergunakan di mana untuk tenaga yang sama diberi upah yang sama. Setiap penduduk pada permulaan tahun dikreditkan dalam buku besar nasional untuk bagiannya dalam pendapatan masyarakat. Pada akhir tahun dikurangkanlah dari sini apa yang diterimanya dari persediaan negara untuk memenuhi kebutuhannya.

C.   Kehidupan Komunal.
Francis Bacon menulis buku Nova Atlantis (1623). Francis Bacon berpendapat bahwa masyarakat yang diidam-idamkan adalah saat orang-orannya memiliki keinsyafan yang sempurna dalam hukum-hukum alam, segala kebodohan, kejahilan dan prasangka sudah ditaklukan.

E.    METODE PENELITIAN
a.    Populasi dan lokasi
       konsep penelitian ini adalah analisis deskriptif, yaitu menggambarka tentang falsafah sosialis utopisdalam penelitian ini menjelaskan hasil-hasil pemikiran sosialis utopis yang menjadi landasan utama sosialis selanjutnya, baik yang di kembangkan oleh marx dan di aplikasikan oleh lenin dan stelin

b. Metode
    Metode penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Penelitian kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodelogi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah sosial.

c. Definisi Operasional
             Francis Bacon menulis buku Nova Atlantis (1623). Francis Bacon berpendapat bahwa masyarakat yang diidam-idamkan adalah saat orang-orannya memiliki keinsyafan yang sempurna dalam hukum-hukum alam, segala kebodohan, kejahilan dan prasangka sudah ditaklukan

         Materialisme dan teori nilai lebih dari dua penemuan besar, sehingga sosialisme yang meletakkan dasar yang kuat teori ilmiah dan diserahkan kepada generasi mendatang

        Sosialisme adalah suatu cita-cita, suatu ajaran dan suatu pandangan hidup. Akan tetapi Sosialisme adalah pula suatu gerakan untuk mengubah masyarakat hidup bersama, serta kehidupan kita umumnya. Malahan Sosialisme sekarang pun merupakan kekuasaan, kekuasaan di berbagai negeri dan bangsa dimana kaum yang mengaku dirinya sosialis telah berhasil untuk memegang tampuk pemerintahan (syahrir).

d. Teknik Pengumpulan  Data
a. studi pustaka dan dokumen
Cara pengumpulan data yang di lakukan berhubungan dengan penelitian. Teknik ini digunakan untuk menunjang data primerr atau data utama yang diperoleh dari studi pustaka. Teknik ini membantu peneliti dalam menelusuri pembahasan melalui tulisan-tulisan yang pernah ada tentang pendidikan politik.

e. cara  Analisis Data
Data dan informasi yang telah di kumpulkan daru buku-buku dan literatur akan di olah dan di analisis secara kualitatif dengan melihat falsafah sosialis di masa silam.

f. Keterbatasan
Seperti penelitian-penelitian lainnya di dalam penelilitian falsafah sosialis utopis ini peneliti cukup banyak mendapatkan kesulitan-kesulitan mulai dari mencari buku-buku sebagai sumber prime dan yang di butuhkan sampai waktu yang tersedia hanya dua minggu sehingga penelitian ini perlu mendapat
  
G.   DAFTAR PUSTAKA
  1. Bernstein, S. The primacy of politics. New York. B.W. huebsch. 1911.
  2. Deliarnov. Ekonomi Politik: mencakup berbagai teori dan konsep yang komprehensif. Ciracas. Erlangga. 2006
  3. Engels, Friederich. Sosialisme: Utopis dan Ilmiah.  (1880).
  4. Ishiyama, john T. & marijke breuning. 21st contury political science: A reference handbook(terjemahan). Jakarta. Kencana prenada media group. 2003.
  5. Marx,karl. Communist Manifesto. ...1873
  6. Trotsky, Leon. Hasil dan Prospek. (1906).

F.    LAMPIRAN
1 Inilah bagian tentang Revolusi Perancis: "Pikiran, konsepsi hukum, sekonyong-konyong membikin dirinya terasa, dan untuk menentang ini perancah lama dari ketidakadilan tak dapat bertahan. Karena itu dalam konsepsi hukum ini sekarang telah dibentuk suatu konstitusi dan mulai sekarang segala-sesuatu harus berdasarkan ini. Sejak matahari berada dalam cakrawala dan planet-planet berputar di sekelilingnya, belum pernah nampak pandangan dari orang yang berdiri di atas kepalanya - yaitu, di atas Ide - dan membangun realitet menurut gambaran ini. Anaxagoras mula-mula mengatakan bahwa Nous, akal, memerintah dunia; tetapi sekarang, untuk pertama kali, orang menjadi mengakui bahwa Ide harus memerintah realitet mental. Dan ini adalah matahari terbit yang sangat bagus. Semua makhluk yang berpikir telah ikut-serta dalam merayakan hari suci ini. Suatu emosi yang luhur menguasai manusia pada waktu itu, suatu entusiasme akal memenuhi dunia, seolah-olah sekarang telah tiba perdamaian antara Prinsip Ilahi dengan dunia." (Hegel: Filsafat Sejarah, 1840, halaman 535). Tidakkah sudah tiba waktunya untuk memberlakukan undang-undang anti-Sosialis terhadap ajaran-ajaran sedemikian itu, yang subversif dan membahayakan umum, dari almarhum Profesor Hegel? (Catatan Engels).

2 Kaum Anabaptis (kaum Rebaptis: Pengikut-Pengikut suatu sekte keagamaan yang timbul di Jerman dan Nederland dalam abad ke-16. Selama Perang Tani 1524-1525 kaum Anabaptis, yang kebanyakannya adalah petani-petani, tukang-tukang dan pedagang-pedagang kecil, masuk ke dalam sayap yang paling revolusioner yang dipimpin oleh Thomas Münzer. - Red.

3 Yang dimaksudkan ialah "kaum Leveller sejati" atau "kaum penggali", seperti mereka itu dinamakan, yaitu wakil-wakil dari kepentingan-kepentingan kaum miskin kota dan pedesaan selama revolusi borjuis Inggris abad ke-17. - Red.

4 Yang dimaksud Engels di sini ialah karya-karya Sosialis-Sosialis utopis Thomas More (abad ke-16) dan Tommaso Campanella (abad ke-17). - Red.

5 Dari "Revolusi Dalam Pikiran dan Praktek", halaman 21, sebuah nota yang dialamatkan kepada semua "kaum Republiken merah, Komunis dan Sosialis Eropa", dan dikirimkan kepada pemerintah sementara Perancis, 1848, dan juga "kepada Ratu Victoria serta para penasehatnya yang bertanggungjawab". (Catatan Engels).

6 Catatan, di tempat yang dikutip, halaman 22. (Catatan Engels).

 ukang dan pedagang-pedagang kecil, masuk ke dalam sayap yang paling revolusioner yang dipimpin oleh Thomas Münzer. - Red.

3 Yang dimaksudkan ialah "kaum Leveller sejati" atau "kaum penggali", seperti mereka itu dinamakan, yaitu wakil-wakil dari kepentingan-kepentingan kaum miskin kota dan pedesaan selama revolusi borjuis Inggris abad ke-17. - Red.

4 Yang dimaksud Engels di sini ialah karya-karya Sosialis-Sosialis utopis Thomas More (abad ke-16) dan Tommaso Campanella (abad ke-17). - Red.

5 Dari "Revolusi Dalam Pikiran dan Praktek", halaman 21, sebuah nota yang dialamatkan kepada semua "kaum Republiken merah, Komunis dan Sosialis Eropa", dan dikirimkan kepada pemerintah sementara Perancis, 1848, dan juga "kepada Ratu Victoria serta para penasehatnya yang bertanggungjawab". (Catatan Engels).

6 Catatan, di tempat yang dikutip, halaman 22. (Catatan Engels).



Share:
Mufazzal (c). Powered by Blogger.

Blogroll

"Kami Pemuda Yang Mengakui Bahwa Kami Tidak Memiliki Pengalaman, karena Kami Tidak Menawarkan Masa lalu. Kami Pemuda Menawarkan Masa Depan Untuk Perubahan Menuju Kesejahteraan, Kecerdasan, Dan Harga Diri"

Total Views

Popular Posts

Blog Archive

Contact Form

Name

Email *

Message *