• Swing States: Kunci Kemenangan Trum dan Hillary Clinton (1)

    Pertarungan memperebutkan gedung putih kian sengit, bahkan sampai pada malam hari menjelang pemilihan umum. Salah satunya yaitu mendulang dukungan dari swing state. swing state disebut-sebut sebagai penentu dalam pilpres tahun ini.

  • Kra Canal (2)

    Kra Canal atau Canal Thai mengacu pada proposal kanal untuk memotong melalui tanah genting selatan Thailand, yang menghubungkan Teluk Thailand dengan Laut Andaman.

  • Eiffel Scholarship Program (3)

    Pemerintah prancis yang menawarkan beasiswa kepada mahasiswa internasional melalui effel exellence scholarship programe, adapun beasiswa ini diperuntukkan bagi mahasiswa internasional

  • Model-Model Demokrasi (5)

    Demokrasi berasal dari bahasa yunani, demos (rakyat) dan kratos (kekuasaan). Menurut robertson demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana rakyat berkuasa

  • A Theory of Justice (6)

    John Borden Rawls dilahirkan di Baltimore, Maryland, Amerika Serikat pada 21 Februari 1921

Tuesday, 18 October 2016

Jadwal Beasiswa Inggris

Hasil gambar untuk inggris 
(Gambar ilustrasi google.com)

Chevening Fellowships
Proses pemilihan Chevening Fellows mengambil minimal enam bulan dari batas waktu pendaftaran untuk saat fellows secara bersyarat dipilih untuk penghargaan. Hal ini dapat bervariasi, tergantung pada program yang persekutuan Anda lamar ke. Informasi lengkap akan muncul pada halaman menerapkan setiap persekutuan ini.
Chevening Beasiswa
Proses pemilihan Chevening Scholars membutuhkan waktu minimal delapan bulan dari batas waktu pendaftaran ketika ulama kondisional dipilih untuk penghargaan.
Chevening Beasiswa 2017/2018 waktu:
1. 8 Agustus 2016 Aplikasi terbuka pada pukul 12:00 BST
2. 8 November 2016 Aplikasi dekat at 12:00 GMT
3. Dari 9 November 2016 Sifting aplikasi terhadap kriteria kelayakan
4. Pertengahan November-Desember 2016 komite membaca Independent menilai aplikasi memenuhi syarat
5. Januari hingga awal Februari 2017 Pelamar terpilih untuk wawancara dengan Kedutaan Inggris / Komisi Tinggi di negara
6. Pada pertengahan Februari 2017 Pelamar diberitahu bahwa mereka telah dipilih untuk wawancara
7. 6 Maret - 5 Mei 2017 periode wawancara global
8. Awal Juni 2017 Pengumuman hasil wawancara
9. 13 Juli 2017 Batas waktu untuk UK universitas penawaran tanpa syarat
10. 13 Juli 2017 Batas waktu untuk memenuhi persyaratan bahasa Inggris
11. September / Oktober 2017 2017/2018 Chevening Scholars memulai studi mereka di Inggris
*Proses seleksi untuk Chevening Awards dapat bervariasi dalam panjang tergantung pada penghargaan lamaran Anda. 
Info Lebih Lanjut baca di http://chevening.org/indonesia
Share:

Saturday, 6 August 2016

EMPAT TUGAS DIPLOMASI



Hasil gambar untuk meja diplomasiJika ditinjau maknanya yang paling luas, yang meliputi keseluruhan jajaran politik luar negeri, tugas diplomasi itu ada empat macam: (1) diplomasi harus menetapkan tujuannya berdasarkan kekuatan yang sesungguhnya dan cakap yang tersedia untuk mencapai tujuan-tujuan ini. (2) diplomasi harus menilai tujuan-tujuan negara lain dan kekuatan yang sesungguhnya dan cakap yang tersedia untuk mencapai tujuan-tujuan ini. (3) diplomasi harus menetapkank seberapa jauh tujuan-tujuan yang berbeda ini cocok satu sama lain. (4) diplomasi harus menggunakan sarana-sarana yang cocok untuk mencapai tujuan-tujuannya. Kegagalan dalam salah satu tugas ini dapat membahayakan keberhasilan politik luar negeri dan dengan itu perdamain dunia.

Perlengkapan Diplomasi
Tugas keempat diplomasi ini merupakan elemen-elemen dasar politik luar negeri di mana-mana dan pada setiap waktu. Kita dapat mengatakan bahwa kepala suku primitif yang memelihara hubungan-hubungan politik dengan suku bangsa tetangganya harus menjalankannya. 
Semuanya perlengkapan diplomasi yang terorganisani ini ada dua: kantor-kantr departemen luar negeri di ibu kota masing-masing negara dan wakil-wakil diplomatik yang di kirim oleh departemen luar negeri  ke ibu kota-ibu kota negar asing. Kantor departemen luar negeri merupakan lembaga pembentuk kebijakan, perencanaan utama politik luar negeri dimana kesan-kesan yang datang dari luar negeri dikumpulkan dan dinilai, dimana politik luar negeri diformulasikan, dan dimana dorongan-dorongan hati yang keluar diubah oleh wakil-wakil diplomat yang bersangkutan ke dalam politik luar negeri yang aktual. Sementar kantor departemen luar negeri itu merupakan perencenaan utama politik luar negeri, maka wakl-wakil diplomatik adalah mata, telinga, mulut, ujung jarinya dan seolah-olah perwujudan dari urain perjalanannya. Diplomat yang bersangkutan menjalankan tiga fungsi dasar untuk negaranya, fungsi simbolis, hukum dan politik.
Perwakilan Simbolis
Diplomat pertama-tama merupakan wakil simbolis negaranya. Demikianlah, ia selalu menjalankan fungsi-fungsi simbolis bagi diplomat-diplomat lain dan pemerintah asing diana ia di tempatkan. Fungsi-fungsi ini merupakan suatu pengujian di satu pihak, martabat negaranya yang dipertahankan di luar negeri, dan lain pihak, martabat di mana negaranya sendiri menghormati negara yang pemerintahnya memberikan penghormatan kepadanya.
Duta besar indonesia di New York, misalnya, akan mewakili presiden Indonesia dalam fungsi-fungsi di mana ia diundang dan dalam fungsi-fungsinya yang diprakarsainya sendiri, seperti jamuan-jamuan makan kenegaraan, resepsi-resepsi, dan lain sebagainya. Sementar memberikan jamuan, diplomat yang bersangkutan tidak bertindak untuk dirinya sendiri sebagai individu, akan tetapi sebagai simbol simbolis negaranya.
Perwakilan yang Sah
Diplomat juga bertindak sebagai wakil sah negaranya. Ia adalah wakil yang sah dari pemerintahnya dalam arti yang sama dengan badan hukum dalam negeri yang berkedudukan di wilmington, delawere, yang di wakili yang sah negara-negara d kota-kota besar lainnya.
Wakil-wakil ini bertindak atas nama fiksi hukum itu yang kita sebut sebagai korporasi (badan hukum), membuat pernyataan-pernyataan yang besifat mengikat berdasarkan itu, menadatangani kontrak-kontrak untuk dipenuhi berdasarkan itu, dan bertindak dalam batas-batas yang tercanum dalam ketetapan-ketetapan badan hukum tsb. Seolah-olah mereka itu badan koporasi tsb.
Perwakilan Politik
Diplomat, bersama kantor departemen luar negeri, menentukan arah politik luar negerinya. Ini adalah benar-benar fungsinya yang sangat penting. Karena departemen luar negeri adalah merupakan pusat nadi politik luar negeri, maka perwakilan-perwakilan luar negeri diplomatik adalah urat-urat nadi yang jauh letaknya yang memelihara lalu lintas dua arah antar pusat dan dunia luar.
Dipundak para diplomat terletak beban pelaksanaan tugas setidak-tidaknya salah satu ari empat tugas diplomasi yang dibicarakan di atas. Mereka harus menilai tujuan-tujuan negara lain dan kekuatan yang sesungguhnya dan cakap yang tersedia untuk mencapai tujuan-tujuan itu. Untuk mendapat informasi-informasi mengenai rencana pemerintah dimana mereka ditugaskan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung kepada pejabat-pejabat pemerintah, dan pimpinan-pimpinan politik.
Jika sampai pada evaluasi kekuatan-kekuatan yang sesungguhnya dan cakap dari suatu negara, maka misi diplomatik menghadapi aspek-aspek bermutu tinggi dan organisasi mata-mata rahasia. Petugas-petugas yang tinggi  kedudukannya dalam angkatan bersenjata didelhasikan di berbagai misi diplomatik sebagai atase militer, laut, darat, dan udara, mereka bertanggung jawab mengumlkan informasi mengenai persenjataan aktual dan yang sedang direncanakan, senjata-senjata baru, potensi militer, organisasi militer, dan rencana-rencana perang negara bersangkutan, dengan sarana apapun yang tersedia.
Dalam fungsi pengumpulan informasi ini, terutama informasi rahasia dengan mana dapat ditetapkan plotikluar negeri sendiri, merupakan akar, dari diplomasi modern. Dalam abad pertengahan dianggap sebagai wajar, jika duta khusus seorang pangeran yang berpergian ke negara asing adalah seorang mata-mata.


Daftar Pustaka
Thompson, kenneth W. Politics Among Nations: the srtuggle for power and peace. Alfred A. Knopf Inc.

Share:

Wednesday, 6 April 2016

A THEORY OF JUSTICE


Hasil gambar untuk poto john rawls

John Borden Rawls dilahirkan di Baltimore, Maryland, Amerika Serikat pada 21 Februari 1921 dari pasangan William Lee Rawls dan Anna Abel Stump. Di usia remajanya, Rawls sempat bersekolah di Baltimore untuk beberapa saat dan kemudian pindah pada sekolah keagamaan di Connecticut. Walaupun keluarganya hidup dalam keadaan yang mumpuni, John Rawls mengalami dua peristiwa yang cukup menyedihkan di masa mudanya. Dalam dua tahun berturut-turut, dua adik laki-lakinya meninggal akibat penyakit yang ditularkan darinya, yaitu diphtheria dan pneumonia. Rawls amat merasa bersalah atas terjadinya peristiwa tersebut. Namun demikian, kakak laki-lakinya yang dikenal sebagai seorang atlet ternama di Princeton University selalu memberikan semangat dan dorongan moral kepada Rawls.[1]

Akhirnya, setelah berhasil menyelesaikan sekolahnya, John Rawls menyusul jejak kakaknya untuk berkuliah di Princeton University pada 1939. Karena ketertarikan dan pemahamannya yang amat mendalam pada ilmu filsafat, dirinya kemudian terpilih untuk bergabung dalam The Ivy Club yaitu sebuah kelompok elit akademis terbatas, dimana Woodrow Wilson, John Marshal II, Saud bin Faisal bin Abdul Aziz, serta Bill Ford pernah menjadi bagian dari keanggotannya. 

Pada 1943, setelah berhasil lulus dengan gelar Bachelor of Arts (B.A.), John Rawls langsung bergabung menjadi tentara. Liku perjalanan kehidupannya dimulai pada saat terjadinya Perang Dunia II ketika dirinya diangkat sebagai prajurit infantri dengan tugas penempatan di kawasan negara-negara Pasifik, seperti Papua Nugini, Filipina, dan Jepang. Akibat pengalaman pahitnya sebagai saksi hidup atas terjadinya tragedi penjatuhan bom atom di kota Hiroshima, Rawls mengundurkan diri dari karir kemiliterannya pada 1946. Tidak lama setelah itu, dirinya kembali ke Princeton University dan menulis disertasi doktoralnya di bidang filsafat moral. Pada masa-masa inilah Rawls pertama kali dipengaruhi oleh rekan dan pembimbingnya dari Wittgensteinean, Norman Malcolm, yang mengajarkan dirinya untuk menghindari jeratan kontroversi metafisis. Tiga tahun kemudian, Rawls menikah dengan Margaret Warfield Fox Rawls, seorang wanita yang kemudian membantunya melakukan penulisan indeks terhadap buku “Nietzsche”. 

Setelah sukses mempertahankan disertasi doktoralnya yang berjudul “A Study in the Grounds of Ethical Knowledge: Considered with Reference to Judgment on the Moral Worth of Character”, John Rawls akhirnya menyandang gelar Doctor of Philosophy(Ph.D.) dari Princeton University pada 1950. John Rawls kemudian dipercaya untuk mengajar pada almamaternya hingga 1952, sebelum akhirnya melanjutkan studi di Oxford University, Inggris, melalui program Fulbright Fellowship. Di Universitas inilah dirinya sangat dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran tentang teori kebebasan di bidang hukum dan filsafat politik, seperti yang dikemukakan oleh Herbert Lionel Adolphus (H.L.A.) Hart dan Isaiah Berlin. Apabila John Rawls mencoba untuk mengkaji konsepsi mengenai praktik-praktik sosial (social practices) yang dikenalkan oleh Hart guna mengeksplorasi kelemahan utilitarianisme, maka konsepsi mengenai persandingan antara kebebasan negatif (negative liberty) dan kebebasan positif (positive liberty) diperolehnya dari pemikiran Berlin. 

Sekembalinya ke Amerika Serikat, John Rawls melanjutkan karir akademiknya di Cornell University dan secara bertahap dirinya diangkat sebagai Guru Besar Penuh pada 1962. Tidak lama kemudian, Rawls juga memperoleh kesempatan untuk mengajar dan menjadi Guru Besar di Massachusetts Institute of Technology (MIT). Dua tahun setelahnya, John Rawls memilih pindah untuk mengajar secara penuh di Harvard University, tempat dimana dirinya mengabdi hingga akhir hayat.

Selama masa hidupnya, John Rawls sempat dipercaya untuk memegang beberapa jabatan penting. Di antaranya, yaitu Presiden American Association of Political and Legal Philisopher (1970-1972), Presiden the Eastern Division of the American Philosophical Association (1974), dan Professor Emeritus di James Bryant Conant University, Harvard (1979). Selain itu, dirinya juga terlibat aktif dalam the American Philosophical Society, the British Academy, dan the Norwergian Academy of Science. 

Sejak 1995 Rawls terpaksa harus meninggalkan pekerjaannya secara perlahan akibat penyakit stroke yang telah melemahkan daya jelajah berpikirnya. Tepat pada 24 November 2002 di rumahnya (Lexington), John Rawls menghembuskan nafas terakhirnya akibat gagal jantung. Pada saat itu, dirinya meninggalkan seorang istri, Margaret Fox, dan empat orang anak, yaitu Anne Warfield, Robert Lee, Alexander Emory, dan Elizabeth Fox, serta empat orang cucu yang masih belia[2]. 



KONSEP BANTAHAN RAWLS ATAS UTILITI DAN INSTUISI 

Dalam menilai konsep keadilan yang telah berkembang, Rawls menggunakan reflective equilibrium. Relative equilibrium adalah metoda ataupun pendekatan untuk melakukan pertimbangan dan penilain yang mendalam atas berbagai konsep keadilan yang berbeda-beda.[3] Konsep ini digunakan untuk menilai secara filosofis dan rasional atas suatu konsep, dalam hal ini penilai dapat melakukan penilaian kembali serta menyelaraskan keputusannya terhadap konsep yang telah ada. Dalam mengembangkan teori Rule Of Justice Rawls melakukan penilaian atas dua teori, yaitu teori utilitarianisme dan teori instuionisme. 

a. Kritis terhadap Utilitarianisme. 

Dalam studi utilitarianisme ada banyak aliran yang telah berkembang, namun dalam hal ini Rawls memililih konsep yang dikembangkan oleh Henry Sidgwick yang dianggap sebagai teori utilitarianisme klasik. Utilitarianisme dalam rumusan yang paling sederhana mengklaim bahwa tindakan atau atau kebijaksanaan yang secara moral adalah yang menghasilkan kebahagiaan terbesar bagi warga masyarakat.[4] Utilitarianisme sebagai sebuah moralitas politik berlaku apa yang dikatakan Rawls ‘struktur dasar’ (basic structure) masyarakat, bukan pada perilaku individu-individu secara pribadi. Kaum utilitarian secara tradisional telah mendefinisakan utiliti dalam pengertian kebahagiaan (happiness), maka slogan umum yang digunakan adalah ‘the greatest happiness of the greatest number’atau “kebahagiaan terbesar untuk jumlah yang terbesar”. Tentu slogan yang demikian menyesatkan karena slogan yang menyerukan kehidupan ‘hedonis’. 

Selain itu, tolak ukur tingkat kesejahteraan suatu masyrakat adalah secara keseluruhan. Jika yang menjadi tolak ukur adalah ‘keseluruhan’ maka ada yang di korbankan, dalam hal ini adalah individu-individu, lebih tragis yang menjadi korban adalah individu yang cacat. Maka utilitarianisme telah mengorbankan indvidu sebagai tolak ukur yang di gunakan dalam mengukur tingkat kesejahteraan. Maka utilitarianisme telah gagal dalam menjamin keadilan itu sendiri.

Dalam pandangan Rawls tidak fair jika kita mengorbankan kepentingan satu atau sekelompok orang hanya untuk kepentingan ekonomi masyarakat secara keseluruhan. 

b. Kritik atas teori instuisionisme 
Dalam pandangan Rawls instuitif memang dapat mengatasi masalah keadilan. Namun instuisionime tidak menerapkan suatu batasan- batasan dalam suatu masalah yang utama, sehingga pada masalah yang akan diselesaikan cenderung lebih mementingkan diri sendiri. Maka, konsep keadilan bersama yang di harapkan tidak lagi terwujud, yang terjadi adalah kepentingan pribadi lebih di utamakan dari pada kepentingan bersama. 
Dalam hal ini Rawls mendeskripsikan instuisionisme secara lebih padat kedalam dua ciri utama: 

Pertama, teori instuisionisme dibentuk oleh pluralitas prnsip-prinsip pertama yang mungkin bertentangan, yang memberikan petunjuk-petunjuk yang tidak masuk akal dalam kumpulan kasus-kasus khusus; kedua, teori-teori instuisionis tidak mengandung metode yang eksplisit, tanpa prioritas aturan-aturan, uuntuk mempertimbangkan prinsip-prinsip ini satu sama lain. Kita hanya menyetujui keseimbangan intuisi dengan sesuatu yang bagi kita nampak seperti hampir benar. Atau jika terdapat prioritas aturan-aturan ini dianggap lebih kurang sepele dan tidak banyak membantu dalam mencapai sebuah keputusan[5]. 

Dengan demikian kelemahan instuisionisme sebagai teori keadilan menjadi tergugat.

Share:

Monday, 9 March 2015

IDEOLOGI YANG KHAS DALAM POLITIK LUAR NEGERI



Hakikat politik internasional menyebabkan, politik imperialisme praktik selalu melakukan penyamaran ideologis, sedangkan politik status quo lebih sering di sajikan menurut keadaan yang sesungguhnya.
a.       Politik status quo
Politik status quo sering mampu mengungkapkan hakikatnya yang sebenarnya dan membuang kedok-kedok ideologis, oleh karena berdasarkan eksistensinya yang sesungguhnya, status quo sudah memperoleh keabsahan moral tertentu. Oleh sebab itu negara yang menempuh politik status quo berusaha keras untuk pelestarian kekuasaan yang dimilikinya. Negara itu mungkin dapat menghindari perlunya untuk menghilangkan kebencian negara lain dan perasaan ragu-ragunya sendiri ini terutama untuk demikian, kalau pemeliharaan status quo teritorial tidak mudah terkena serangan moral atau hukum, dan kalau kekuatan nasional menurut tradisi semata-mata dipakai untuk pelarian status. Sebagaimana yang dikatakan oleh Demosthenes1:

Sebab tidak akan ada orang yang berperang untuk menambah kekuasaan, semudah yang dilakukannnya untuk mempertahankan miliknya; akan tetapi, kalau semua berjuang mati-matian untuk tetap memiliki segala sesuatu yang terancam akan hilang, tidak demikian dengan halnya dengan penambahan kekuasaan; memang, manusia menjadikannya itu sebagai tujuan mereka, akan tetapi kalau dicegah, mereka tidak merasa diperlakukan secara tidak adil oleh lawan-lawan mereka.
Hukum internasional melaksanakan fungsi ideologi yang serupa untuk politik status quo. Setiap ketertiban hukum, terutama cenderung sebagai kekuatan sosial yang statis. Ketertiban itu menentukan pembagian kekuasaan tertentu dan memberikan standar dan proses untuk memastikan dan memeliharanya dalam keadaan konkret.

Ideologi Imperialis
Politik imperialis selalu memerlukan ideologi, imperialis selalu mempunyai tanggung jawab. Kata Gibbon: “untuk setiap perang, alasan keamanan atau pembalasan dendam, kehormatan atau semangat, hak atau kemudahan, mungkin dengan mudah diperoleh dalam yurisprudensi dari si penakluk”2.

Sejauh idiologi yang khas dalam imperialisme memaksa konsep hukum, ideologi itu tidak dapat dengan layak merujuk dengan hukum intersional yang positif, yakni, hukum internasional menurut keadaan yang berlaku, sifat dinamis imperialisme memerlukan ideologi yang dinamis pula.
Pada saat politik imperialisme tidak diarahkan terhadap status quo tertentu akibat kekalahan dalam perang, akan tetapi tumbuh dari kekosongan kekuasaan yang mengundang penaklukan, maka ideologi moral yang menjadikannya tugas menaklukkan yang tidak terelakkan untuk menggantikan seruan terhadap hukum alam yang adil melawan hukum yang positif yang tidak adil. Lalu untuk menaklukkan yang lemah, muncul sebagai “beban orang kulit putuh”, “tugas nasional”, “seruan nasib” “tugas suci”.

Imperialisme kolonial khususnya, sering kedok semboyan-semboyan ideologis semacam ini, seperti “berkah peradaban barat” yang merupakan tugas penakluk untuk membawanya kepadanya bangsa-bangsa yang kult berwarna di dunia. Ideologi jepang “demi daerah kemakmuran bersama” di asia timur raya, mengandung konotasi yang sama dari tugas kemanusiaan.

Manakala filsafat politik dianut dengan semangat kesetiaan seperti agama, maka bersama dengan politik imperialisme, politik siap pakai untuk penyamaran ideologis. Imperialisme nopoleon menjelajahi eropa dengan panji-panji “kemerdekaan, persamaan, persaudaraan”. Imperialisme Rusia, teristimewa dalam cita-citanya untuk konstatinopel dan selat Dardanella, dengan berturut-turut dan serentak memakai agama orthodoks, pan-slavisme, revolusi dunia, dan kepungan terhadap kepungan kapitalis.
Dizaman modern, terutama di bawah pengaruh filsafat sosial dari Darwin dan Spencer, ideologi imperialisme lebih menyukai argumen biologis. Di alihkan dalam politik internasional, filsafat siapa yang paling sehat dia akan bertahan hidup, melihat dalam keunggulan militer negara yang kuat atas suatu gejala yang lemah, yang menjadikan negara yang lemah sebagai, subjek yang sudah di tetapkan sebelumnya oleh negara yang kuat. Menurut filsafat ini, akan bertentangan dengan alam, kalau yang kuat tidak menguasai yang lemah dan, yang lemah mencoba menyamai yang kuat.
Ideologi yang Ambiguitas
Ideologi anti-imperialisme mendapat sifat efektifnya karena kemungkinannya mempunyai dua arti atau lebih. Ideologi itu mengacaukan pengamat yang selalu dalam keadaan ragu, apakah ia berhadapan dengan ideologi imperialis atau dengan ungkapan politik status quo yang sesungguhnya. Dalam zaman kita, ideologi menentukan nasib diri suatu bangsa dan ideologi PBB melakukan fungsi yang sama. Sejak awal perang dingin, ideologi ini bergabung sampai pada taraf yang terus meningkat, ideologi perdamain, pengendorang ketegangan, dan peredaran.

Prinsip penentuan nasib diri sendiri suatu bangsa seperti yang di artikan Woodrow Wilson membenarkan pembebasan bangsa-bangsa di eropa tengah dan timur dari dominasi asing. Secara teoritis, prinsip itu tidak saja menentang status quo imperium, akan tetapi terhadap imperialisme dalam bentuk apa pun, apakah itu di pihak negara-negar yang di bebaskan. Namun, penghancuran tata imperium lama segera menimbulkan penentuan nasib diri sendiri, imperialisme baru.

Daftar Pustaka
 Thompson, kenneth W. Politics Among Nations: the srtuggle for power and peace. Alfred A. Knopf Inc.
Gibbon. The Decline and Fall of the Roman Empire. The Modern Library Edition. Jilid II, hal 1235.
Demosthenes. For the Liberty of The Rhodians. Hal 10-11.
Share:
Mufazzal (c). Powered by Blogger.

Blogroll

"Kami Pemuda Yang Mengakui Bahwa Kami Tidak Memiliki Pengalaman, karena Kami Tidak Menawarkan Masa lalu. Kami Pemuda Menawarkan Masa Depan Untuk Perubahan Menuju Kesejahteraan, Kecerdasan, Dan Harga Diri"

Total Views

Popular Posts

Blog Archive

Contact Form

Name

Email *

Message *