PENGERTIAN
Demokrasi
berasal dari bahasa yunani, demos (rakyat) dan kratos (kekuasaan). Menurut robertson demokrasi adalah bentuk
pemerintahan di mana rakyat berkuasa. Demokrasi dalam bentuk sempit di berikan pandangan
oleh joseph schumpeter (1950), yang memandang demokrasi sebagai metode untuk
memilih pemimpin, dia mengatakan “demokrasi adalah tatanan institusional untuk
mendapatkan keputusan politik di mana individu mendapatkan keputusan untuk
memutuskan melalui persaingan mendapatkan suara rakyat”. Dari pendapat kedua
ilmuan diatas robert dahl yang merupakan ilmuan politik di harvard university mendefinisikan
demokrasi adalah tipe sistem politik yang ideal, di mana warganegara punya
kesempatan untuk:
- Merumuskan
preferensinya
- Menunjukkan
reperensinya kepada sesama warga dan pemerintah dan
- Preferensinya dipertimbangkan secara setara oleh pemerintah.
Karene tidak adanya sistem yang menganut secara
ideal maka dahl menggunakan istilah poliarki untuk menyebut demokrasi.
Poliarki mempunyai ciri-ciri:
- Kontrol atas keputusan pemerintah diberikan kepada
pejabat terpilih sesuai dengan konstitusi.
- Pejabat di pilih lewat pemilu yang bebas, adil,
dan berkala.
- Semua orang dewasa berhak untuk memilih dalam
pemilu.
- Semua orang dewasa berhak untuk mencalonkan diri
menjadi pejabat.
- Warga negara berhak mengeksprikan diri secara
bebas mengenai soal-soal politik.
- Sumber informasi alternatif tersedia secara babas
dan legal.
- Semua orang berhak: membentuk partai, kelompok penekan,
dan asosiasi lain yang independen dari negara.
PENDEKATAN KLASIK
UNTUK DEMOKRASI
Zaman kono dan Demokrasi
Nilai-nilai egalitarian oleh bangsa yunani ada tiga
faktor
Pertama, koneksi warga kelas
rendah dengan militer memungkingkan mereka untuk mendapatkan status
sosioekonomi yang lebih baik, dan untuk terlibat dalam pengambilan keputusan
komunal.
Kedua, setelah polis athena
bergerak menjadi “kekuatan dunia”yang baru, institusi tata pemerintahan lama
dan distribusi kekuasaan lama menjadi dipertanyakan. Ini menimbulkan pertanyaan
tentang siapa yang bertugas di polis dan “apa peran yang harus dimainkan rakyat
dalam keputusan yang berpengaruh langsung atas keamanan dan masa depan mereka”.
Ketiga, kerajaan yang mendapat
banyak kekayaan, yang dikumpulkandan memungkinkan untuk pengeluaran ekstra
untuk program domestik ketimbang hanya pada militer. Sarjan klasik seperti
plato dan aristoteles memperdebatkan kegunaan dan kebaikan demokrasi murni.
Terkadang demokrasi itu di anggap sebagai bentuk konvensional dan terkadang
sebagai bentuk kekuasaan populer yang korup.
Plato
dipandang sebagai oponen (lawan) demokrasi, meski dia adalah penganut pemikiran
politik socrates, yang yakin dirinya adalah “sahabat demokrasi dan pejuang
sahabat yang terbuka”. Alasan untuk gagasan ini ada dalam ide plato bahwa
demokrasi menaikkan pencairan kebebasan setinggi mungkin, yang pada akhirnya
menimbulkan banyak kerusakan dalam tatanan masyarakat. Jadi, dia memilih
kekuasaan monarki yang dipimpin para raja-filsup
Aristoteles
muridnya plato sepakat dengan plato bahwa monarki yang dipimpin oleh para raja-filsup adalah
rezim yang terbaik. Menurut aristoteles politik demokrasi adalah soal menguasai
dan dikuasai pada saat yang sama. Aistoteles menyebut tiga tipe rezim ideal:
aristokrasi, monarki, dan polity. Aristokrsi adalah kekuasaan oleh orang elit,
dan dia mudah berubah menjadi oligarki jika tidak dijaga dengan benar.
Aristoteles memandang monarki sebagai rezim yang tidak stabil yang akan lekas berubah menjadi tirani, dan karena itu,
meski merupakan tipe yang sqangat diinginkan, ia tidak praktis. Polity adalah
rezim yang paling baik dari segi praktis, dan merupakan perpaduan dari prinsip
aristokrasi dan demokrasi.
Demokrasi
partisipantoris dan Demokrasi Langsung
Ide
demokrasi parsipatoris, atau demokrasi langsung berakar dari yunani kuno (460 SM),
di mana kekuasaan pemerintah dijalankan oleh rakyat dan bukan melailui kelompok
perwakilan terpilih. Negara kota athena mengadopsi bentuk sistem politik ini
untuk memberikan kepada warganya kesempatan berpartisipasi langsung dalam
proses pembuatan keputusan negara.
Beberapa
pihak berpendapat bahwa meskipun demokrasi partisipatoris atau demokrasi
langsung memungkinkan warga untuk mengatur dirinya sendiri, model ini mungkin
rumit dan memperlambat proses pembuatan keputusan. Di antara banyak bentuk
demokrasi yang telah berkembang sejak peradaban yunani kuno dan romawi kuno,
demokrasi parsipatoris atau demokrasi langsung dipandang sebagai tipe yang
paling dekat dengan bentuk demokrasi ideal yang memberikan kesempatan pada
warga untuk berpartisispasi langsung secara penuh dalam proses pengambilan
keputusan dari pemerintah mereka (mezy,2008).
Republik atau
Demokrasi Representatif
Bentuk
republik atau demokrasi representatif (perwakilan), berakar pada karya bangsa
kuno. Di mulai pada abad ke-5 SM, bangsa romawi kuno, yang di ilhami oleh
sistem pemerintahan yunani, mengembangkan bentuk pemerintahan baru yang disebut
republikanisme yang juga disebut demokrasi perwakilan. Mezey
berpendapat adapun ciri-ciri sistem pemerintahan ini, (a) kebijakan publik
dibuat oleh perwakilan rakyat itu sendiri; (b) perwakilan itu dipilih oleh
warga yang disebut kelompok konstetuen; (c) warga dewasa bisa memberikan suara,
setiap orang mempunyai satu suara; (d) perwakilan “mempertanggungjawabkan
tindakannya kepada orang-orang yang memilihnya dan dapat diganti pada pemilu
berikutnya. James madison, salah satu pendiri amerika serikat, dan filsup seperti
jhon look dan alexis de tocqevelli, lebih memilih model pemerintahan ini, di
mana keputusan tidak di buat langsung oleh warga melainkan oleh perwakilan yang
lebih berpengetahuan dan dipilih rakyat. Penting menyebutkan bahwa madison
mempertemukan republikanisme dengan representasi, madison mendefenisikan
pemerintahan republik sebagai pemerintahan yang harus demokratis tetapi tidak
sampai poin bahwa persoalan publik harus sampai “dailakukan warga sendiri”.
Secara umum “ perwakilan yang dipilih akan melindungi hak rakyat secara lebih
baik ketimbang jika rakyat melakukan sendiri”. Sekarang jerman, kanada, inggris dan belgia
menggunakan sistem tata pemerintahan
demokrasi ini.
MODEL DEMOKRASI
KONTEMPORER
Poliarki
Ide poliarki diasosiasikan oleh robert dahl. Dalam
bukunya A Preface to Demokratc Theory, dahl mendefenisikan poliarki sebagai
sistem kekuasaan minoritas yang terbuka, kompratif dan pluralistik. Dahl
berpendapat bahwa poliarki adalah kondisi yang diperlukan dan dasar dari
demokrasi.
After
Revolutian Authoritative good society, dahl membahas tujuan dan fungsi poliarki
sebagai pengambilan keputusan. Secara spesifik, dia menekankan poliarki
memberiakan kesetaraan poltik lebih besar dan kedaulatan populer dan sebagai
mdel demokratis terbaik dalam merefleksikan partisipasi di era modern atau
masyarakat pluralistis. Menurut dahl poliarki itu penting utuk pembentukan
proses demokrasi. Dalam karyanya, dahl menyebutkan poliarki sebagai rezim
membutuhkan tujuh institusi politik yaitu: pejabat ynag dipilih, pemilu yang
bebas dan adil, hak pilih inklusuf, hak untuk mencalonkan diri, kebebasan
berekpresi, dan kebebasan media.
Lebih
jauh dahl menginterpretasikan poliarki sebagai sistem hak. Secara spesifik ,
dia menyebut hak ini sebagai penting dalam melindungi dan menjamin institusi
politik poliarki hak-hak tersebut sebagai berikut: (a) kesetaraan politik (b)
partisipasi efektif dan (c) pendidikan pemahaman dalam kehidupan politik
ekonomi.
Demokrasi,
Mayoritas, atau Westmister
Istilah westmister digunakan oleh Arend Lijphart.
Lijphart memberikan 10 ciri khas demokrasi ini:
- Konsentrasi kkuasaan eksekutif ada disatu partai dan mayoritas: kabinet
penguasa terdiri dari satu partai
mayoritas dan tidak memasukkan partai minoritas.
- Dominasi
kabinet: kabinet yang terdiri dari partai mayoritas yang kohensif, dapat dengan percaya diri mengesahkan legeslasi.
- Sistem dua partai: pemerintah dikuasai oleh dua partai .
- Sistem pemilih disporposional dan mayotarian: pemilu berfungsi sesuai dengan first past the
post system.
- Pluralisme kolompok kepentingan.
- Pemeintahan uniter dan tersentralisasi: pemerintah lokal adalah bagian dari
pemerintah pusat.
- Konsentrasi
kekuasaan legeslatif ada da badan legeslatif satu kamar (unikameral).
- Fleksibilitas konstitusi.
- Tidak ada judicial review.
- Bank sentral dikuasai/ dikendalikan oleh badan eksekutif: model ini bank di
kontrol oleh kabinet dan tidak
independen.
Negara dengan model ini cenderung masyarakatnya yang
homogen, misalnya saja negara yang menganut sistem ini astralia, selandia baru,
dan negara bekas jajahan inggris di asia dan afrika.
Demokrasi
konsensual
Demokrasi konsensual oleh lijphart dipandang sebagai
demokrasi yang lebih baik didalam masyarakat kultural heterogen atau biasa kita
sebut masyarakat plural
Lijphart memberiakn 10 ciri khas dari bentuk
demokrasi ini:
- Kekuasaan eksekutif di bagi dalam kabinet koalisi
yang luas.
- Penyeimbangan kekuasaan legeslatif terhadap
eksekutif.
- Sistem multi partai.
- Representasi proporsional.
- Korporatisme kelompok kepentingan.
- Bikameralisme yang kuat.
- Kekuatan konstitusional.
- Judicial review.
- Bank sentral: adanya indenpendensi bank sentral.
Demokrasi
konsosiasional
Demokrasi konsosiasional adalah bentuk spesifik dari
demokrasi konsensual yang dikemukakan oleh lijphart dalam bukunya, the politics
of accomomodation, sebagai solusi untuk masyarakat yang sangat terpecah
berdasarkan garis etnis, agama atau kultural. Secara spesifik, lijphart
mengatakan bahwa solusi untuk masyarakat yang sangat terpecah seperti di
belanda adalah sisitem pemerintahan di mana kelompok berbagi kekuasaan di dalam
konstitusi. Gagsan representasi kelompok adalah kunci dalam pandangan lijphart
tentang cara mencapai demokrasi, dan model demokrasi konsosional akan
memberikan lebih banyak ruanag partisipasi kelompok dan suara untuk minoritas.
Demokrasi
Delegatif
Demokrasi delegatif diperkenalkan oleh guillermo
o’donnell pada tahun 1994 yang mendeskripsikan demokrasi delegatif:
“Demokrasi
delegatif didasarkan pada premis bahwa siapapun yang memenangkan pemilu presiden akan berhak untuk memerintah
berdasarkan apa yang dianggapnya cocok, dan dia dibatasi oleh fakta adanya relasi kekuasaan dan oleh
masa jabatan yang telah diterapka oleh konstitusi. Presiden adalah perwujudan dari
bangsa dan penjaga utama negara dan pihak yang
mendefenisikan kepentingan bangsa”.
Kebijakan demokrasi ini mungkin tidak merefleksikan
janji-janji yang dibuat selama kempanye kandidat, setelah terpilih, adalah
oranag yang akan menentukan apa yang tepat bagi suatu bangsa. Demorasi delegatif
banyak dijalankan di negara bekas
otoriter, negara-negara ini tidak berkonsolidasi atau diinstitusionalisasikan,
namun mereka menolak kembali keotoritarisme. Demokrasi delegatif bersifat
mayotarian dan mengadakan pemilu yang jujur dan adil.
Demokrasi delegatif mirip dengan demokrasi
perwakilan dalam hal bahwa demokrasi perwakilan. Dalam hal bahwa demokrasi
perwakilan Memiliki elemen delegasi: ”melalui beberapa prosudur, satu kelompok
memberi otoritas kepada orang untuk berbicara atas namanya dan berkomitmen pada
keputusan dari kelompok yang mereka wakili”. Presidan dalam demokrasi delegati
membuat upaya sadar untuk memngganggu perkembangn institusi yang memberikan
akuntabilitas horizontal karena mereka percaya bahwa institusi semacam itu
adalah hambatan institusionalisasi yang lemah dalam demokrasi delegatif pada
gilirannya memungkinkan pembuatan proses kebijakan menjadi cair. Hal ini
memperbesar kemungkinan kesalahan, implementasi yang sembarangan, dan
konsentrasi tanggung jawab atas hasil pada presiden.
Model delegatif o’donnell di kritik karena tidak
bisa menjalankan “mengapa beberapa presiden lebih sukses ketimbang
presiden-presiden lain dalam memajukan perbaikan ekonomi” dan karena
mengabaikan arti pentinga setting politik
institusional dimana reformasi itu berlangsung. Pinizza menekankan arti
pentingnya menjelaskan “konsteks politik di mana kekuasaan presiden beroperasi,
pentingnya pembentukan koalisi dan pembatasan informal dan institusional
terhadap kekuasaan.
Demokrasi deleberatif adalah ide bahwa hukum yang
sah berasal dari pertimbangan publik dari warga negara, demokrasi deleberatif
menghadirkan “cita-cita otonomi praktis warga negaranya”(bohman &
reght,1997). Demokrasi deleberatif mempromosikan legitimasi keputusan kolektif
penciptaan pengakuan legitimasi dan niat baik demokrasi bersam dengan proses
yang jujur akan menciptakan stabilitas jangkan panjang, karakteristik positif
lain dari demokrasi delebertif adalah dia mendorong persfektif publik terhadap
isu publik. Menurut macedo, demokrasi deleberatif juga mempromosikan ras saling hormat dalam
pembuatan keputusan serta mampu mengoreksi kesalahan masa lalu. William simon
yakin bahwa agenda demokrasi deleberatif terlalu luas dan ia terlalu menekankan
keadaban dalam setiapa isu yang melemahkan energi dari sebagian kelompok.
Terkhir, demokrasi deleberatif dikritik karena mengasumsikan adanya rasa
kedekatan atau solidaritas antarpartisipan yang dalam kenyataanya sangat
sedikit ada di banyak negara.
Demokrasi sebagai ide menawarkan suatu kerangka yang
mengklaim bahwa ada cara yang fair dan adil dalam menegosiasi nilai-nilai dan
memperdebatkan nilai-nilai. Demokrasi tidak menawarkan solusi untuk semua
ketidakadilan dan bahaya, namun dengan demokrasi menawarkan lini perlindungan
wal untuk dialog publik tentang soal-soal umum serta menawarkan panduan proses
pengembangan politik ke arah institusional.
Konsep otonomi mengimplikasikan kemampuan manusia
untuk bernalar secara sadar self-refiektive dan menentukan diri sendiri.
otonomi demokrasi karena itu mengharuskan orang untuk menunaikan hak dan
kewajiban di dalam spesifikasi kerangkan politik yang menciptakan dan membatasi
kesempatan yang tersedia bagi mereka(held 1996). Otonnomi demokrasi
mengharuskan tersedianya informasi yang terbuka
untuk menjamin keputusan tentang publik terus diinformasikan ke khalyak
umum dan otonomi demokrasi memperkenalkan mekanisme baru untuk menjamin
partisipasi yang mencerahkan seperti umpan balik voter dan juri warga negara,
peningkatan akuntabilitas dalm kehidupan publik dan privat serta kerangka
institusional yang refresip terhadap eksperiman bentuk organisasi. Dalam
otonommi demokrasi warga negara harus menerima keputusan yang demokratis dalam
berbagai situasi kecuali situasi itu melanggar HAM.
Prinsip otonomi dapat menjadi basis suatu sistem
yang menekankan pada pengurangan dan pengubahan ketimpangan di dalm masyarakat
melalui proses dua sisi dari demokrasi, hanya sistem semacam ini yang dapat
menikmati legetimasi berkelanjutan dari kelompok-kelompok di luar kelompok yang
memiliki privilase.
Sumber:
Marijan kacung, Ilmu politik dalam paradigma abad
ke-21, kencana prenada media groub. Jakarta
Budiarjo mirriam, dasar-dasar ilmu politik, gramedia
pustaka utama, jakarta